BERSUKACITA KARENA MELAKUKAN HAL BAIK
Gereja-gereja, rumah-rumah dan komunitas-komunitas yang memasang lingkaran Adven, dengan salah satu lilinnya yang berwarna merah muda atau pink, maka lilin tersebut dinyalakan pada hari Minggu ini, sebagai simbol SUKACITA. Hari Minggu III Adven disebut juga minggu sukacita atau gaudete.
Mengapa bersukacita?
Nabi Yesaya mengatakan bahwa ia bersukacita Karena boleh menjadi berkat bagi orang-orang lain. Nabi yakin bahwa sukacitanya itu karena digerakan oleh ROH TUHAN. “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.” Dengan kata lain Yesaya TIDAK BERSUKACITA KARENA MEMBUAT ORANG LAIN SUSAH. Semangat beliau TIDAK DIGERAKAN OLEH NAFSU KEJAHATAN.
mengatakan hal yang persis sama. Dalam suratnya yang pertama kepada umat di Tesalonika, Paulus mengajak mereka agar BERSUKACITA, tetap dalam doa dan selalu mengucap syukur kepada Tuhan karena NUBUAT-NUBUATNYA yang baik. Hemat Paulus, kalau orang-orang Tesalonika, bersukacita dalam Tuhan maka MEREKA AKAN TETAP BANGGA DAN SETIA DENGAN IMANNYA, APAPUN TANTANGANNYA. “Janganlah padamkan Roh dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkan dirimu dari segala jenis kejahatan.”
Mengapa gereja bersukacita?
Siapa itu gereja? kita yang dibabtis dalam Tuhan dan bersama-sama orang lain berziarah kepada Bapa. Kita bersukacita kerena TUHAN ADA DI TENGAH KITA, DIANTARA KITA. Kita bersuka cita sebagaimana suka cita Yohanes Pembabtis. Sukacita yang ditandai dengan KERENDAHAN HATI DAN HORMAT KEPADA TUHAN. Bahwa DIA lebih utama dari aku. “Aku membabtis dengan air; tetapi di tengah-tengahmu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, ya itu Dia yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun, aku tidak layak.”
Saudara dan saudariku. Dalam masa pandemi covid 19 ini, sukacita menjadi sesuatu yang sangat mahal. Belum tentu, bahkan mungkin saja mustahil bagi beberapa orang. Tantangan-tantangan kehidupan yang kian bertambah, disertai kegagalan-kegagalan usaha, seakan mengatup hati dan mulut ini. Tidak berani bahkan momok mengatakan bahwa sedang bersukacita. Kita tidak mau membohongi perasaan dan tidak sudi bersukacita DIATAS KEHAMPAAN DAN PENDERITAAN.
Realitas ini mengundang kita berefleksi Lebih jauh dan dalam. Sisi lain PATUT KITA BERSYUKUR KARENA MODALITAS UTAMA YANG KITA MILIKI YAKNI: RAHMAT KEHIDUPAN. Kita tidak bisa memungkiri hal ini, bahwa: HIDUP INI KARENA KASIHNYA. Iman kita mengatakan bahwa Tuhan sedang menantang kita UNTUK BERKREASI, BERBAGI DAN SALING MENEGUHKAN SATU DENGAN YANG LAIN. Kita tidak mengimani bahwa kondisi pandemi sebagai siksaan dari Tuhan. Kita hanya mengatakan, bahwa ini cara Tuhan mengajak kita berbenah diri dan membaharui mentalitas. Apapun ceritanya, DALAM IMAN KITA BERSUKACITA.
Dalam suasana yang serba sulit ini, Allah justru memanggil kita AGAR MENJADI BERKAT BAGI ORANG YANG LAIN, TERUTAMA MEREKA YANG MENDERITA. KITA BERBAGI SUKACITA DALAM KESEDERHANAAN. Mari menyambut sukacita Natal dengan KESEDERHANAAN DAN APA ADANYA, sebagaimana pernah dialami Tuhan Yesus. “Akulah suara orang yang berseru-seru: Di padang gurun luruskanlah jalan Tuhan! Seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya,” (Hari Minggu Adven III – 2020)