Tidak Cuek Dalam Mewartakan Kehendak Allah
Umat Katolik diharapkan berpartisipasi dalam setiap kegiatan gereja. Termasuk dalam menyambut dan melaksanakan bulan Kitab Suci Nasional yang akan kita laksanakan pada bulan September ini.
Berpartisipasi Karena Iman Bertumbuh
Bicara mengenai partisipasi ada saja umat yang kurang antusias. Malahan bisa dikatakan cuek. Hal ini tentu kurang baik, seperti penuturan Yeni Floranica Naibaho. “Mereka yang tidak aktif dan cuek tersebut terkadang membuat saya kasihan dan terkadang juga jengkel. Umat tersebut saya rasa dan yakini memiliki potensi tetapi tidak mau ikut aktif dalam kegiatan tersebut” ungkap pendamping sekolah Minggu, Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai (MBPA) kepada Menjemaat.
Ibu satu putri ini merasa potensi umat yang cuek itu menjadi siasia karena tidak digunakan atau dipersembahkan dalam kegiatan menggereja. Namun ia menyadari pula setiap orang punya alasan tertentu kenapa menjadi cuek atau sungguh bersemangat dalam berpartisipasi di Gereja. Ia sendiri secara pribadi aktif dan antusias berpartisipasi dalam kegiatan gereja, karena merasa iman dan potensinya bertumbuh dalam kasih Kristus. Dengan melayani di gereja juga semakin mengembangkan bakat dan potensinya. “Terlebih karena suami dan anak saya juga memberikan support dalam kegiatan yang saya lakukan untuk gereja” jelasnya.
Yeni menambahkan bahwa keinginan untuk ambil bagian dalam gereja termasuk dalam membaca serta merenungkan Kitab Suci harus dimulai dari diri sendiri. “Perlu kesadaran diri sendiri. Menyadari bahwa Alkitab merupakan dasar dari kehidupan Katolik. Dengan demikian kita dapat mendekatkan diri dengan Tuhan. Sehingga bisa bertumbuh secara rohani” jelas Istri Irwan Sitanggang yang belum lama ini memasuki 8 tahun usia pernikahan. Menurutnya Kitab Suci akan berbuah ketika dibaca, direnungkan dan diwartakan. “Perlu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan pekerjaan, lingkungan gereja serta lingkungan keluarga” tambahnya.
Ditanya sekitar Bulan Kitab Suci Nasional, ia mengatakan bulan September menjadi momentum yang bisa meningkatkan kecintaan umat dalam membaca, menghayati dan melakukan isi Kitab Suci. “Bukan hanya melatih atau menghafal ayat-ayat di dalam Kitab Suci, namun juga untuk melaksanakan ajaran-ajaran Tuhan yang tertulis di Kitab Suci agar kita dapat bertumbuh dalam kekudusan, yaitu semakin mencintai dan mengasihi sesama” jelasnya.
Tidak Berpartisipasi Karena Tuntutan Ekonomi
Partisipasi atau keikutsertaan umat dalam perayaan gerejani maupun dalam pelaksanaan Ibadat Sabda turut menjadi perhatian Rohanauli Saragih, yang seharihari bekerja sebagai kasir di Kantor Paroki Aek Kanopan. Dalam pengamatannya umat yang datang ke gereja untuk mengikuti Ibadat terbilang masih sedikit. “Pelaksanaan ibadat memang berjalan dengan baik hingga selesai sesuai susunan liturgi, tetapi umat pasif. Umat cenderung hanya datang, duduk dan mendengar tanpa mau untuk mengambil bagian dalam ibadat” tutur gadis berusia 28 tahun ini.
Ia menambahkan masih banyak juga umat yang pergi ke kebun atau ke hutan untuk mencari sumber makanan. Hal ini dikarenakan tuntutan ekonomi yang semakin tinggi. Umat yang berkecukupan dengan dasar iman yang kuat, setia dan berupaya untuk berpartisipasi dalam gereja. Sementara sebagian lagi masih bergelut dalam memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga tidak aktif ke gereja jelasnya. Uli menambahkan bahwa sebagian besar umat mau ambil bagian dalam gereja, bisa karena menerima dorongan dari keluarga, teman-teman, atau bisa juga karena mereka merasakan kasih dan kehangatan dalam pelayanan gereja. “Banyak yang saya dengar atau lihat , keluarga yang merasakan anugerah berlimpah setelah ia berani memberi dirinya ke Gereja. Tetapi banyak juga orang yang tidak memberi diri ke gereja, salah satu karena pengaruh zaman semakin berkembang sehingga lebih memprioritaskan kepentingan pribadi baik ekonomi serta hal yang duniawi” jelasnya.
Sebagai orang muda katolik, Uli merasa perlu juga untuk merangkul anak-anak muda agar mau dan aktif berpartisipasai dalam gereja. “Orang Muda Katolik adalah generasi penerus Gereja dan pilar Gereja. Banyak kegiataan yang bisa mengembangkan Iman mereka, dan banyak cara untuk merangkul misalnya melalui kegiatan-kegiatan seperti: retret, rekoleksi, anjangsana, ekaristi kaum muda, ziarah, camping rohani, dan kegiatan sosial” terangnya.
Hal ini seperti yang ia alami sejak bergabung dalam OMK ketika menjalani masa SMA hingga kuliah. “Banyak hal yang saya alami dan rasakan dalam pelayaanan gereja terutama di kalangan Orang muda Katolik. Dulu saya sempat tidak diberi izin orangtua dalam mengikuti kegiataan OMK. Tetapi saya tetap ikut, karena saya tau kegiatan tersebut positif. Di sana bisa bercanda, mendengarkan pengajaran Katolik, bertemu dengan biarawan-biarawati dan belajar memahami banyak hal baru. Belajar bersama hingga saat ini saya diberi kepercayaan bisa bekerja di kantor pelayaanan Gereja dan saya merasakan kasih dan anugrah yang luar biasa sampai saat ini”.
Secara khusus terkait Kitab Suci, Uli merasakan bahwa setiap membaca Kitab Suci otomatis akan lebih paham dan mengerti akan apa yang bisa dilakukan dan yang tidak baik dilakukan. Seperti dalam perilaku sehari-hari, lewat bahasa dan sikap serta tindakan yang kita perbuat akan menjadi lebih baik tambahnya. Ia juga mengamini lewat Kitab Suci akan banyak inspirasi dalam menjawab kebutuhan rohani. Dengan demikian menjadikan Injil sebagai ilham dan daya dorong dalam mengatasi masalah-masalah hidup.
Orang Muda Masih Kurang Aktif
Dalam kesempatan berbeda, Marulam Nainggolan, salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementrian Agama, (Bimas Katolik Kota Medan) menyampaikan bahwa keaktifan umat di paroki atau stasinya sudah cukup baik. “Di tengah kesibukan kehidupan perkotaaan, umat dari berbagai kategori mau ambil bagian dalam kegiatan kebersamaan umat. Gereja penuh saat misa hari Minggu. Kegiatan kaum bapak, ibu, orang muda, dan sekami hidup. Doa lingkungan juga ramai. Jika pada umumnya kaum bapak enggan terlibat doa lingkungan, di lingkungan gereja kami, saya lihat kehadiran kaum bapak juga ramai” katanya.
“Yang masih kurang aktif adalah orang muda. Selera mereka mungkin kurang pas bergabung dengan orangorang tua. Ini perlu diperhatikan agar orang muda selalu terdorong hadir dalam doa lingkungan. Sebab, setelah keluarga, kekuatan Gereja ada pada lingkungan atau kelompok basis gerejani” ujar suami Sefrianty Lumban Batu menerangkan.
Soal partisipasi umat ia menilai bahwa yang membuat umat aktif atau tidak dalam kehidupan menggereja adalah seberapa tinggi tingkat pemahaman dan penghayatan iman kekatolikannya. Hal tersebut tambahnya karena Gereja tidak pernah bebas dari “persoalan” internal, entah karena pola hidup orang beriman yang dirasa kurang pas atau ketatnya pemenuhan hal-hal administratif.
Menurutnya ketika kualitas pemahaman dan penghayatan iman rendah, masalah moral dan administrasi menjadi alasan yang memperkuat atau memperlemah umat mau ambil bagian dalam kehidupan Gereja atau tidak. Ini menandakan masih ada umat yang kurang memahami makna hidup menjemaat baginya.
Umat Kurang Aktif Jangan Dihukum
Terkait umat yang kurang aktif, menurutnya harus diberi perhatian lebih. “Mereka wajib dirangkul. Mereka tidak boleh dibiarkan tidak mendapat perhatian sekalipun mereka kita anggap sebagai beban. Justru tugas kita terus menyapa dan membesarkan hati mereka.” Ia juga menambahkan bahwa para imam atau kaum religius secara khusus, sangat diharapkan memberikan perhatian kepada umat yang kurang mau terlibat dalam hidup menggereja. Jangan seperti yang sudah biasa terjadi, umat yang kurang aktif justru “dihukum” dengan tidak memberikan layanan kepada mereka. Mereka harusnya disapa dan disentuh. Bukankah Yesus diutus kepada domba-domba yang hilang? Demikian jugalah para gembala zaman ini juga diutus kepada umat yang menjauh dari api semangat persekutuan. “Menurut saya, cara menggembalikan semangat menggereja umat bisa dilakukan dengan sederhana, namun menyentuh. Misalnya, imam atau siapa pun datang dan mengunjungi rumah umat yang jarang hadir misa atau kegiatan lingkungan. Atau menemuinya di tempat kerja jika memungkinkan. Sekadar menyapa dan menyalam mereka, saya yakin, api semangat beriman mereka pelan-pelan akan menghangat”.
Selain itu tambahnya, agar semakin banyak umat berpartisipasi dalam kegiatan dan hidup menggereja perlu kiranya para Gembala umat, rajin menyapa umat. Khususnya bagi mereka yang merasa kurang diperhatikan. Bagaimanapun, Imam selalu dipandang “istimewa” dan memang seharusnya demikian. Gembala yang baik selalu berusaha menyelamatkan domba yang hilang, bahkan sampai menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya. Sentuhan kegembalaan itu pasti akan sangat berkesan bagi umat. Kemudian tambahnya, apabila ada umat yang kurang aktif di lingkungan, umat lain yang memiliki tingkat keaktifan yang baik hendaklah menyapa keluargakeluarga yang kurang aktif. Tidak harus melalui pertemuan formal.
“Sering kali perjumpaan informal lebih mengena bagi sebagian orang. Kepedulian kepada mereka yang menjauh dari Gereja akan membuat iman mereka tetap menyala” paparnya.
Ayah bagi dua anak yang aktif juga dalam Perkumpulan Kaum Bapak Kuasi Stasi Salib Suci Tanjung Anom ini mengisahkan bagaimana ia terpanggil dan terlibat dalam kehidupan menggereja sejak masih kecil. “Saya merasa ada yang kurang dalam diri saya apabila tidak hadir dalam ibadat hari Minggu. Saya melakukan segala cara agar tetap bisa ke gereja walaupun ada kewajiban untuk mengerjakan tugas tertentu. Saya ingat betul, saya harus segera membawa kambing ke padang rumput dan memasukkannya ke kandang saat jam ibadat di Gereja, lalu mengeluarkannya dari kandang kembali setelah ibadat. Saya juga selalu ikut marlunggu (doa lingkungan) di kampung dan kebiasaan tersebut tetap saya lakukan sekalipun sudah merantau ke berbagai wilayah” terangnya.
Menurutnya tidak ada anehnya atau ruginya terlibat aktif dalam kegiatan umat, sekalipun masih lajang. Berkumpul bersama orang tua dari berbagai latar belakang bahkan akan sangat memperkaya kita. Apalagi bila ngekos di kota lain. Banyak peluang hidup lebih baik kita peroleh karena mengenal saudara seiman di perantauan, termasuk bisa makan bergizi sesekali di rumah tuan rumah doa lingkungan jelasnya lagi. Mengenai Kitab Suci ia juga terus berupaya mendekatkan diri, dan mengakrabkan diri. “Kitab Suci adalah Sabda Tuhan, dan menjadi sumber iman bagi kita, selain Tradisi Suci dan Magisterium. Kebiasaan membaca Kitab Suci belum cukup kuat dalam diri saya. Namun secara rutin saya membaca Injil harian sesuai kalender liturgi dan merenungkannya dalam hati.”
Baru-baru ini Ia juga masuk dalam Kelompok Baca Kitab Suci Kota Medan yang digagas oleh Komisi Kerasulan Kitab Suci KAM. Ia tertarik mencoba mengikuti kelompok ini untuk semakin memperkaya pemahaman akan Kitab Suci. “Dalam pikiran saya, apa salahnya mencoba terlibat. Namun, setelah ikut, saya sangat senang karena di kelompok ini kita mendapat pengetahuan tentang Kitab Suci secara lebih mendalam. Kita di sini belajar tentang latar belakang dan tujuan penulisan Kitab Suci, serta bagaimana memetik pesan rohani yang tepat sesuai konteks.”
Kelompok ini juga semakin menarik baginya karena anggotanya terdiri dari usia yang berbeda-beda sehingga refleksi atau sharing pengalaman bersama bisa memperkaya penghayatan iman. “Saya sangat mengajurkan agar umat lain mau bergabung di kelompok ini” tuturnya.
Dalam merayakan Bulan Kitab Suci Nasional, menurutnya seluruh umat kembali diingatkan untuk semakin mencintai Kitab Suci dengan membaca, merenungkan, menghayati, dan melakukannya. Ia juga berharap BKSN bisa dikemas lebih menarik dan sesuai dengan kondisi kekinian, seperti menggunakan aplikasi permainan maupan dalam format digital. Selain itu tambahnya pembahasannya perlu dibuat lebih ringan, sebagaimana Kitab Suci juga bicara tentang kehidupan sehari-hari. “Banyak umat tidak mampu membuat refleksi pribadi terkait Kitab Suci. Akibatnya mereka takut apabila diminta bercerita atau berbagi refleksi Kitab Suci. Mereka menganggap dirinya tidak layak, penuh dosa, dan terlalu jauh dari kekudusan. Bagi mereka hanya orang khusus yang boleh memberi refleksi iman sesuai Kitab Suci. Padahal, setiap umat bebas untuk itu, sekalipun tampaknya kurang reflektif. Tidak ada refleksi yang salah. Semua refleksi benar, bahkan apabila tidak sanggup berefleksi, alias hanya bisa diam membisu” tandasnya.
Ia menambahkan harapannya agar semakin banyak umat cinta dengan Kitab Suci. Kedepannya Kelompok Baca Kitab Suci ini sebisa mungkin ditingkatkan ke paroki-paroki sehingga akhirnya membentuk sel-sel pencinta Kitab Suci. “Saya membayangkan, Kelompok Baca Kitab Suci suatu saat bisa menjadi kelompok kategorial dengan tata kelembagaan yang mantap, seperti Legio Maria, PDKK, KTM, dll” pungkas Seksi Katekese Kuasi Stasi Salib Suci Tanjung Anom penuh semangat.
Mencintai Hal Berkaitan Dengan Katolik
Keinginan kuat untuk mewartakan kehendak Allah juga dialami Megaria Tampubolon, umat paroki Santo Antonius Padua Hayam Wuruk yang juga pengurus Kelompok Baca Kitab Suci ini. Megaria menggambarkan bahwa aktif dalam kehidupan menggereja merupakan sebuah wujud kebahagiaan dalam melayani Tuhan. Menurutnya bila ada umat yang belum mau turut serta secara aktif dalam pelayanan hidup menggereja, bisa jadi mereka punya alasan tersendiri, dan akan tiba waktunya mereka akan terpanggil. “Kalau saya perhatikan, ada beberapa orang yang sebenarnya cuek itu, bukan karna mereka tidak ingin terlibat. Namun mereka kurang dilibatkan oleh para pejabat atau pelayan gereja. Kurang diberi tempat untuk melayani. Bahkan terkadang ada jarak yang tak terlihat antara pelayan aktif dengan yang tidak aktif” jelas Ibu dua anak ini.
Ia sendiri aktif ke gereja tanpa pikir-pikir panjang. “Saya tidak menyadari mengapa saya merasa tergerak untuk ikut berperan aktif dalam pelayanan gereja. Yang saya ingat, bahwa saya memiliki ketertarikan belajar tentang segala hal kekatolikan. Lalu saya mengikuti sermon-sermon atau kegiatan-kegiatan di gereja” jelasnya. Berawal dari aktif di paduan suara ia dituntun untuk terlibat lebih dalam. Hingga akhirnya pada 2022 ia diminta oleh Parokus St. Antonius Padua menjadi pengurus di paroki. Sebagai salah satu pengurus Komunitas Baca Kitab Suci (KBKS) ia selalu memotivasi dirinya, membiasakan untuk membaca Kitab Suci agar semakin mengenal Kristus melalui teks-teks Kitab Suci. “Sebab, St. Hieronimus mengatakan, “Tidak mengenal Kitab Suci, berarti tidak mengenal Kristus”. Inilah salah satu semboyan yang mendorong dan meneguhkan pendirian Komunitas Baca Kitab Suci” ungkap istri dari Agustinus Banjarnahor.
Ia mengaku bukanlah orang yang rajin membaca Kitab Suci secara fisik sebab sudah terbiasa mendengarkan dan membaca Kitab Suci digital yang disediakan e-katolik. Namun sejak bergabung dengan komunitas Baca Kitab Suci, ia menyadari dan menemukan bahwa membaca Kita Suci secara langsung bisa menambah pemahaman lebih baik yakni dengan menemukan catatan-catatan kecil di halaman bawah Kitab Suci. Ia berharap lewat perayaan Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini, semakin banyak umat kembali disegarkan imannya. Membaca dan mendengarkan pesan-pesan injil akan sangat berguna bagi hati, budi dan tindakan.
Semoga lewat sharing pandangan dan pengalaman mereka, pembaca Menjemaat semakin terbuka dan terdorong untuk berpartisipasi dalam persekutuan gereja, bertumbuh bersama dalam mewartakan kehendak Allah yang termuat dalam Kitab Suci.
“Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah” (Roma 15:5-7).
*Tulisan ini juga dimuat dalam Sajian Utama, Majalah Menjemaat edisi September 2024
Jansudin Saragih, (Laporan Rina, Bontor)