TERNYATA…
Hari bersejarah itu datang . Hari dimana aku akan menikah dengan seorang wanita yang sangat aku cintai. Wanita yang selama ini menjadi kekasihku. Aku sudah mengenalnya semenjak dibangku SMA dulu. Semenjak duduk dibangku kelas dua, aku dan dia sepakat pacaran dan sekarang kami sepakat untuk melangkah kejenjang yang lebih serius. Jenjang pernikahan, memulai hidup baru, membentuk keluarga kecil yang bahagia.
Kami telah memilih dan menentukan kapan hari pernikahan kami dilaksanakan. Kami akan mengikat janji suci, janji yang akan kami ingat sepanjang umur hidup kami. Dulu kami resmi berpacaran tanggal 11 Januari dan sekarang kami memilih tanggal itu sebagai tanggal pernikahan kami. Ditanggal dan bulan yang sama dan hari yang mungkin tidak selalu sama, ditahun – tahun berikutnya akan kami rayakan sebagai hari ulang tahun pernikahan kami.
Kertas undangan telah dicetak dan disebar kesemua keluarga,kerabat dan handai taulan. Tidak lupa juga kuunggah undangan yang telah tercetak keakun Face Bookku. Ternyata hanya dalam hitungan menit postingan diakun Face Bookku ini menuai banyak respon. Dalam hitungan menit ratusan like dan coment yang isinya ucapan selamat dan bahagia membanjiri akun Face Bookku. Hemmm selamat datang didunia yang serba cepat ini, apalagi urusanya tentang informasi.
Aku Mario yang biasa dipanggil Rio dan calon mempelaiku Maria. Maria adalah gadis yang berparas cantik dan berperilaku sangat baik. Menurutku Maria adalah wanita yang paling tepat menjadi pendamping hidupku. Setelah sekian lama berpacaran aku selalu merasa nyaman bersamanya. Selama kami berpacaran kami selalu setia tidak pernah ada niat untuk berpaling kelain hati. Aku hanya melihat Maria dan begitupun sebaliknya Maria hanya melihat aku sebagai kekasihnya. Waktu berpacaran saja kami sudah selalu setia, apalagi nanti setelah menikah pastilah kata setia itu adalah kata yang paling mudah kami realisasikan. Kami akan berjuang bersama – sama untuk membuat keluarga yang selalu rukun dan bahagia. Semogalah.
Aku Mario adalah pemuda tampan yang selalu ceria yang gambang tersenyum.Aku mempunyai dua adik perempuan yang sangat manis dan juga punya sifat yang sama denganku. Dalam keluarga kami selalu rukun dan memperoleh kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuaku. Walaupun kedua orang tuaku sangat menyanyangi kami tapi tetap saja mereka memperlakukanku lebih dari kedua adik perempuanku entah kenapa mereka selalu memperlakukanku lebih istimewa. Mungkin saja karena aku anak laki – laki satu – satunya yang dianggap sebagai penerus dalam keluarga ini . Sejak kecil aku sudah merasa bersyukur memiliki orang tua seperti mereka, orang tua yang selalu memperhatikanku dengan penuh kasih sayang. Tidak pernah satupun permitaanku yang tidak mereka turuti, semua yang kuinginkan tak satupun terlewati, apa yang aku minta selalu terkabulkan.
Dengan ekonomi keluarga yang tergolong mampu tidak membuatku sombong atau hidup bermanja – manja. Aku tumbuh menjadi pria yang mandiri dan prestasi sekolahkupun cukup dapat dibanggakan. Aku tidak terlena dengan kebutuhan yang selalu terpenuhi yang diberikan oleh orang tuaku. Aku harus berjuang untuk menggapai cita – cita menjadi pengusaha yang sukses diibukota. Itulah cita – citaku sejak kecil.
Kini aku sudah menggapai cita – cita dan punya penghasilan yang lumanyan dan aku sekarang sudah menikah dengan wanita pujaan hatiku. Kini Maria sudah resmi jadi istriku dan kami akan berangkat ke Jakarta dan ayah ibuku akan mengantar kami dan untuk satu minggu kedepan akan tinggal bersama kami. Aku bersyukur dan berterimakasih dengan segala apa yang telah kuterima. Kehidupanku yang berlimpah kasih sayang dari orang tua, pekerjaan, dan juga istri yang kucintai dan yang pasti juga mencintaiku. Sempurna, aku merasa hidupku sangat sempurna.
Dua hari setelah hari pernikahan, dimana pesta telah usai, dimana para tamu undangan sudah kembali baraktivitas normal. Inilah hari dimana perubahan sikap mulai kurasakan. Disini diruang tamu ini kami sudah duduk bersama kedua orang tuaku dan Maria istriku sementara kedua adik perempuanku sudah kembali ketempat mereka masing – masing. Kami berempat sudah duduk dengan formasi Ibu disebelah Ayah dan Maria disebelahku dengan Ibuku berhadapan dengannya. Suasana dengan sendirinya menjadi tegang. Lalu mengalirlah cerita masa masa lalu Ayah. Masa lalu yang selama ini mereka rahasiakan dari aku,bahwa Ibu yang selama ini saya anggap sebagai Ibu kandungku ternyata bukanlah wanita yang melahirkanku. Dia hanyalah Ibu pengganti Ibuku yang telah meninggal satu jam setelah aku dilahirkan. Dan juga bahwa perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan milik Ayahku yang dulu dipercayakan kepada teman baiknya. Duka Ayah setelah Ibuku meninggal membuatnya depresi, dan Ayah tidak mampu lagi memimpin perusahanya. Pada saat itulah Ayah memutuskan untuk meninggalkan kota Jakarta dengan alasan agar dapat melupakan kenangan menyedihkan karena istri yang sangat dicitainya meninggalkannya untuk selamanya dan terlebih ada aku yang masih bayi saat itu. Atas saran dari sahabatnya untuk menjauhi dari kota Jakarta agar semua kesedihan dapat Ayah lupakan. Ayah menjual rumah mewahnya dan hasil penjualannya dipakai untuk membeli rumah dan sebidang tanah didaerah perkampungan yang jauh dari kota Jakarta. Berhasil, ternyata Ayah berhasil move on dan menikah dengan Ibuku setelah aku berusia dua tahun. Sementara perusahan dapat berjalan dengan baik dan berkembang berkat kegigihan dan kebaikan sahabatnya. Dan setiap bulan Ayah mendapat transferan uang yang lumayan banyak dari sahabatnya sebagahai hasil dari perusahaan.
Ada banyak ekspresi seseorang ketika mengetahui sebuah rahasia. Ada yang terkejut, sedih, tercengang, bahkan ada juga yang menangis. Ekspresiku saat mendengar rahasia bahwa aku hanyalah bayi malang yang dibesarkan wanita yang tidaklah Ibu kandungku. Wajah tidak percaya, terkejut, sedih dan penasaran bagaimana mungkin semua rahasia ini mereka simpan begitu rapat dan baunya tidak pernah tercium olehku sedikitpun.
Segala kejadian masa laluku, masa kecil yang membahagiakan bersama Ayah dan Ibu yang selalu menyangiku. Semua kenangan masa laluku itu berputar berseliweran di kepalaku seperti pilem. Foto – foto kenangan indah disetiap momen – momen hidupku.Wajah Ayah dan Ibuku yang selalu menempel diwajahku dalam bingkai foto keluarga semakin membuatku prustasi. Andai saja ada sedikit celah yang bisa kupakai untuk membuatku ragu bahwa dia bukanlah Ibu kandungku. Tapi nihil, semua kasih sayang yang diberikan Ibu selama ini sangat sempurna.
Aku mencari – cari bayangan wajah Ibu kandungku. Kupandangi foto – foto Ibu kandungku yang diberikan Ayah. Aku merasa sedih dan rindu ingin melihatnya di dunia nyata walau hanya sebentar. Andai saja aku bisa bertemu dengannya walau hanya sebentar. Dan seandainya aku mengetahui kebenaran ini sebelum hari pernikahanku setidaknya aku bisa berziarah kemakam Ibuku sekedar minta restu kepadanya. Aku tidak tahu bagaimana sebenarnya hatiku saat ini ada rasa benci pada Ayah yang terlalu lama menyimpan rahasia ini.
Entah bagaimana sebenarnya suasana hatiku saat ini. Semuanya bercampur aduk . Aku belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Mengapa kehidupanku yang kuanggap sempurna selama ini seakan – akan tidak lagi manis kurasakan. Semua pasilitas premium yang kuperoleh dari perusahaan, mobil mewah, rumah mewah, gaji besar, posisi yang tinggi diperusahaan ternyata bukanlah semata – mata hasil pencapaianku, bukan semata – mata karna prestasiku,ternyata ada andil Ayah diperusahaan, karna dia pemilik saham perusahaan, kenapa hatiku sakit ya dengan kenyataan ini. Aku semakin benci dengan situasiku saat ini. Dan aku semakin tidak percaya diri dengan posisiku diperusahaan. Dan bahkan aku merasa semakin terhina dengan situasi ini.
Sudah Enam bulan berlalu, semenjak aku mengetahui rahasia itu, rahasia yang seharusnya tidak pernah kudengar. Hati dan perasaanku tergugah atas peristiwa masa lalu Ayahku ini. Batinku menjerit dan aku sering menangisi perihal Ibu kandung yang belum sempat menimang dan menggendongku. Selama Enam bulan ini aku sangat jarang berkomunikasi dengan Ayah dan Ibu. Bahkan aku sering mengabaikan apa bila mereka menghubungiku lewat hand phone. Maria istriku malah yang selalu antusias apa bila mereka menghubungiku. Dengan suaranya yang lembut dan tutur kata yang sopan selalu meladeni pembicaraan Ayah dan Ibu. Maria juga selalu mengingatkanku supaya tidak bersikap dingin terhadap mereka, tapi tetap saja hati tidak berubah. Semakin Maria menasehatiku semakin keras aku membantah perkataanya. Untungnya Maria sosok yang panjang sabar dia seakan – akan tidak pernah bosan untuk selalu mengingatkanku bagaimanapun Ayah dan Ibu adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupku yang sudah menjaga dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Seharusnya aku bersyukur pada Tuhan yang telah memberiku Ayah dan Ibu yang baik untuk mengasuhku dan berterima kasih dengan tulus pada kedua orangtuaku bukannya membalasnya dengan sikap egoisku. Terkadang aku kasihan pada istriku yang sudah berulangkali mengingatkanku untuk bersikap hangat pada Ayah dan Ibu . Tidak jarang juga mungkin Maria kesal dan kecewa atas jawabanku. Hingga suatu saat kami sepakat untu tidak membahas lagi masalah ini. “ berikan aku waktu, nanti ada saatnya semuanya kembali seperti dulu lagi.” Itu keputusan final yang kubuat.
Sudah dua minggu tidak masuk kantor untuk bekerja. Sudah dua hari dirawat diruangan VIP rumah sakit ternama dikota ini. Dokterpun sudah memberiku pemeriksaan dengan alat yang serba canggih, dan sudah memberikun obat – obatan yang terbaik menurut ilmu medis namun sakit yang kualami ini seakan – akan belum ada tanba –tanda membaik jangankan sembuh sakit yang kuderita ini seakan tidak berkurang sedikitpun.
Seluruh persendian tulangku seakan sudah mau copot dan tulang – tulangku seakan lemas dan tidak mampu untuk menopang tubuhku,jangankan untuk berdiri bahkan hanya untuk duduk saja harus dibantu dan ditopang.. Hingga hari ke Lima aku dirawat dirumah sakit ini, mungkin istri sudah mulai putus asa melihat situasisi kesehatanku yang semakin memburuk diapun menghubungi orang tuaku dan menyuruh mereka untu datang menjengukku.
Kehadiran orangtuaku sudah seperti obat mujarab yang mampu menyembuhkan. Semua penyakitku seakan lenyap dengan hanya melihat wajah Ibu. Ternyata aku tidak bisa hidup tanpa Ibu. Ternyata kehadiran Ibuku sangat berarti. Ibu tenyata aku sangat merindukan kehadiranmu. (Elpina Manullang)