Sapaan Gembala Bapa Uskup, Menjemaat Edisi April, Pelayanan Pastoral di Penjara
Pelayanan Pastoral di Penjara: Kasih yang Memulihkan dan Menyalakan Pengharapan
Masa Prapaskah – Menuju Yubileum 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Tahun 2025 telah dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Fransiskus sebagai Tahun Yubileum Pengharapan, di mana seluruh Gereja dipanggil menjadi peziarah yang penuh pengharapan di tengah dunia yang diliputi krisis, luka-luka sosial, dan kekosongan spiritual. Dalam kerangka itu, masa Prapaskah tahun ini menjadi sangat istimewa: waktu untuk bertobat, tetapi juga waktu untuk berbelas kasih kepada mereka yang barangkali paling sering terlupakan—saudara-saudari kita yang berada di balik jeruji penjara.
Kita tahu bahwa Prapaskah adalah masa mengenali kembali kedalaman kasih Allah, yang tidak menghakimi tetapi mengangkat, yang tidak menolak tetapi mengundang kembali. Maka pada masa tobat ini, Gereja dipanggil melangkah keluar dari zona nyaman dan menoleh kepada mereka yang “hilang”, yang menyimpan luka-luka batin, kehampaan eksistensial, dan dalam kejatuhannya akhirnya harus berhadapan dengan sistem hukum.
Namun, siapa mereka sebenarnya?
Mereka bukan sekadar “napi”, bukan hanya “pelanggar hukum”. Mereka adalah manusia yang terluka. Banyak dari mereka adalah saudara-saudari kita yang sejak awal hidupnya telah dilingkupi kekerasan, penolakan, kemiskinan, atau pengabaian. Luka-luka itu, bila tidak dipulihkan, berubah menjadi luka sosial. Dan dari luka sosial lahirlah tindakan yang salah—yang mengarah pada pelanggaran, bahkan kriminalitas.
Maka pelayanan Gereja di penjara bukanlah aktivitas tambahan, melainkan inti dari misi Injil itu sendiri. Kristus telah memberi kita kriteria pengadilan terakhir:
“Aku di penjara dan kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:36).
Kalimat ini bukan simbolis. Ini literal. Dalam diri para tahanan dan narapidana, Kristus hadir dan menunggu dikunjungi.
Pelayanan yang Mengangkat Martabat dan Menyalakan Harapan
Pelayanan pastoral di penjara adalah tindakan belas kasih yang membangkitkan kembali harga diri, bahwa manusia bukan ditentukan oleh masa lalunya, tetapi oleh kemungkinan masa depan yang terbuka melalui kasih Allah. Kita tidak boleh membiarkan mereka menjalani masa tahanan hanya sebagai hukuman yang kering dari kasih. Masa itu harus menjadi masa pertobatan dan pembaruan rohani, dan untuk itu mereka perlu didampingi, dikasihi, dan diberi kesempatan.
Gereja adalah ibu yang tidak pernah menutup pintu bagi anak-anaknya yang kembali. Maka kehadiran imam, biarawan-biarawati, dan awam di penjara—dalam pelayanan sakramen, konseling, bimbingan rohani, pelatihan keterampilan, bahkan sekadar mendengarkan—adalah bentuk kehadiran Kristus yang memulihkan. Tidak sedikit narapidana yang justru menemukan kembali Tuhan dan identitas sejatinya melalui pelayanan ini.
Dalam terang Yubileum Pengharapan, Gereja dipanggil menjadi tanda pengampunan, bukan hanya kepada mereka yang berdoa di altar, tetapi juga kepada mereka yang sedang menanggung akibat dari kesalahan mereka.
Ajakan kepada Umat dan Masyarakat
Saya ingin mengajak kita semua untuk mengubah cara pandang terhadap mereka yang di penjara. Alih-alih menjauhi mereka karena masa lalu mereka, mari kita dekati mereka dengan semangat Prapaskah: kasih, pengampunan, dan pengharapan. Kita tidak menghapus kenyataan kesalahan yang mereka perbuat, tetapi kita juga tidak menutup pintu untuk mereka bertobat.
Gereja di Keuskupan Agung Medan telah memulai langkah-langkah pastoral di beberapa lembaga pemasyarakatan. Namun pelayanan ini masih perlu diperkuat, diperluas, dan didukung. Saya mengajak para pastor paroki, tarekat hidup bakti, kelompok kategorial, dan seluruh umat untuk:
- mendukung kehadiran pastoral di LP melalui tim-tim pelayanan khusus,
- menyediakan sarana-sarana rohani (Alkitab, doa, bahan katekese),
- menjalin kerja sama dengan pihak LP untuk membuka ruang pertobatan,
- dan yang tak kalah penting, membuka hati untuk menerima mereka kembali dalam komunitas setelah bebas, agar proses rehabilitasi mereka benar-benar utuh dan bermartabat.
Membangun Gereja yang Menyembuhkan
Dalam semangat sinodalitas dan misi pengharapan, mari kita terus membangun Gereja yang menyembuhkan, bukan yang menghukum. Sebab semua kita, sejatinya, adalah orang-orang yang diselamatkan oleh kasih karunia, bukan oleh kebaikan kita sendiri.
Prapaskah bukan hanya tentang pertobatan pribadi, tetapi juga tentang melangkah keluar menuju saudara-saudari kita yang paling membutuhkan kasih Allah—termasuk mereka yang secara fisik dibatasi oleh tembok penjara, tetapi secara rohani mendambakan kebebasan sejati dalam Tuhan.
Penutup
Semoga masa Prapaskah ini dan Yubileum 2025 menjadi saat di mana Gereja sungguh menampakkan wajah Allah yang penuh belas kasih dan pengharapan. Mari kita doakan dan dampingi saudara-saudari kita yang di penjara, agar mereka menemukan kembali terang Kristus, dan berjalan sebagai peziarah harapan menuju hidup baru.
Tuhan memberkati kita semua.
Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap.
Uskup Keuskupan Agung Medan