Paus Ceritakan Aktivitas Selama Masa Karantina
Komsoskam.com – Paus Fransiskus membagikan kisah kehidupan di Vatikan selama masa karantina pandemi virus corona Covid-19. Cerita itu dibagikannya dalam sebuah wawancara bersama jurnalis dan penulis Inggris Austen Ivereigh.
Kehidupan Vatikan Selama Covid-19
Saat ditanya bagaimana kehidupan di Vatikan selama pandemi virus corona ini, Paus mengatakan bahwa semua orang bekerja meskipun dalam keterbatasan pergerakan. Mereka mengatur segala aktivitas mengikuti prosedur yang berlaku dari otoritas kesehatan.
“Kuria berusaha melanjutkan pekerjaannya dan hidup secara normal. Mengatur secara bergiliran sehingga tidak semua orang hadir pada saat yang bersamaan. Kami berpegang teguh pada langkah-langkah yang diperintahkan oleh otoritas kesehatan. Di sini, di kediaman Santa Marta kita sekarang memiliki dua shift untuk makan. Hal ini banyak membantu mengurangi dampaknya. Semua orang bekerja di kantornya atau dari kamarnya, menggunakan teknologi. Setiap orang bekerja; tidak ada pemalas di sini,” jelas Paus dalam wawancaranya seperti dikutip dari vaticannews.va.
Paus juga mengungkapkan bahwa ia lebih banyak berdoa dan memikirkan tanggung jawabnya sekarang dan apa yang akan terjadi sesudah pandemi ini berlalu.
“Saya menjalani ini sebagai masa ketidakpastian yang besar. Saatnya menciptakan untuk kreativitas,” katanya.
Menurutnya, kreativitas orang Kristen perlu ditunjukkan dalam membuka cakrawala baru, membuka jendela, membuka transendensi terhadap Allah dan terhadap manusia, serta menciptakan kreativitas baru selama berada di rumah. Ia menyadari bahwasanya tidak mudah terkurung di rumah, namun kehidupan harus tetap berjalan dengan semestinya.
Ekonomi dan tanggung jawab
Paus mengapresiasi pemerintah yang telah mengambil langkah-langkah teladan untuk melindungi warganya selama pandemi. Akan tetapi, Paus menyoroti cara pemerintah bertanggung jawab terhadap warganya sekaligus mempertahankan perekonomian negaranya selama pandemi.
“Kami menyadari bahwa semua pemikiran kita, suka atau tidak, telah dibentuk di sekitar perekonomian. Di dunia keuangan rasanya normal untuk mengorbankan [orang] dan mempraktikkan politik membuang budaya. Saat ini, para tunawisma tetap menjadi tunawisma. Sebuah foto [tunawisma] muncul di tempat parkir di Las Vegas, tempat mereka dikarantina. Dan hotel-hotel kosong. Tetapi para tunawisma tidak bisa pergi ke hotel. Itu adalah budaya membuang dalam praktek,” jelas Paus.
Kendati demikian, Paus menyakini setelah krisis dan kehancuran ekonomi berakhir nantinya akan ada peluang untuk menilai kembali prioritas dan gaya hidup manusia.
“Setiap krisis mengandung bahaya dan peluang. Peluang untuk keluar dari bahaya. Hari ini saya percaya kita harus memperlambat laju produksi dan konsumsi kita serta untuk belajar memahami dan merenungkan dunia alami. Kita perlu terhubung kembali dengan lingkungan nyata kita. Ini adalah kesempatan untuk pertobatan,” lanjut Paus.
“Saya melihat tanda-tanda awal ekonomi yang kurang likuid, lebih manusiawi. Tetapi janganlah kita kehilangan ingatan begitu semua ini berlalu. Janganlah kita kembali ke tempat kita sebelumnya. Inilah saatnya untuk mengambil langkah tegas, untuk beralih dari menggunakan dan menyalahgunakan alam,” sambung Paus.
Karantina dengan kreativitas
Paus mengatakan bahwa saat ini semua orang melakukan masa karantina. Ia mengklaim akan jauh lebih baik bila selama masa karantina ini, semua orang mengeluarkan kreativitasnya.
“Kita harus menanggapi pengurungan kita dengan semua kreativitas kita. Kita bisa menjadi depresi dan teralienasi — melalui media yang dapat membawa kita keluar dari kenyataan atau kita bisa menjadi kreatif. Di rumah kita membutuhkan kreativitas apostolik dengan kerinduan untuk mengekspresikan iman kita dalam komunitas, sebagai umat Allah. Jadi, berada dalam kurungan tetapi melahirkan harapan, inilah yang akan membantu kita lolos dari kurungan kita.”
Terakhir, Paus mengenang para pahlawan yang telah dan masih berjuang untuk menyelamatkan kebanyakan umat manusia. Mereka disebutnya sebagai ‘Next Door Saint’.
“Mereka adalah pahlawan: dokter, sukarelawan, saudara perempuan religius, pendeta, pekerja toko, semuanya melakukan tugas mereka sehingga masyarakat bisa tetap berfungsi. Jika kita dapat mengikuti jejak mereka, mukjizat akan berakhir dengan baik untuk kebaikan semua. Tuhan tidak meninggalkan segalanya di tengah jalan. Kitalah yang melakukan itu.” pungkas Paus.
Artikel terjemahan dari Pope: How I am living through the Covid-19 pandemic