Kerja Keras
Saya ingat komentar Bill Gates, pendiri Microsoft dan pemilik Yayasan Melinda-Gates di sebuah media daring (online) belum lama ini, mengenai kemiskinan global. Katanya ia tidak yakin, bahwa orang miskin tetap akan miskin, dan orang kaya selalu penuh harta.
Bill Gates menyiratkan asa bahwa kemiskinan akut yang dimiliki beberapa negara tertentu dapat diubah kondisinya. Bagi Bill, langkah yang terpenting adalah pemberdayaan pendidikan bagi orang miskin. Dengan demikian mereka memiliki keahlian, sehingga mampu bekerja layak atau setidaknya membuka usaha sendiri.
Tuhan dan orang miskin
Beberapa tahun yang silam dalam perbincangan dengan sahabat lama di Bandung, ia justru memilih kemiskinan sebagai jalan hidupnya. Sebagai seorang Katolik, ia menemui pembenaran bahwa Tuhan lebih dekat dengan orang-orang miskin seperti dirinya. Tapi, kemiskinan itu yang membuatnya tidak percaya diri tatkala berhadapan situasi pernikahan. Ia takut sang gadis tidak siap menerima kemiskinannya.
Saya tidak banyak bertanya darimana referensi, bahwa Tuhan dekat dengan orang miskin, dan seolah-olah jauh dengan orang kaya. Bagi saya persoalannya tidak sesederhana itu.
Fakta di sekitar kita, orang kaya adalah orang yang cerdas memanfaatkan situasi dan memang mau bekerja keras untuk menjadi kaya. Bagi orang yang ingin kaya, kreativitas pula adalah harga mati, tidak dapat ditawar-tawar. Tapi, mesti sadar diri, bahwa uang, harta dan tahta adalah milik Tuhan yang dititipkan kepada kita. Maka, tatkala harta berlimpah tidak ada salahnya memberikannya kepada orang yang lain yang belum beruntung.
Ingat, harta dalam hal ini bukanlah selalu materi, tetapi pula seturut dengan apa yang kita sebut pengetahuan, yang tangible, tetapi bermanfaat. Sebut misalnya membetikan pendidikan dan pengajaran tentang kiat berinvestasi dan berwirausaha. Lakukan itu dengan menulis artikel atau melalui pelatihan dan pendidikan di sekolah atau komunitas orang yang merasa kurang mampu.
Melalui pendidikan dan pengajaran akan memberikan motivasi dan jalan hidup baru, daripada memberikan duit yang belum tentu digunakan secara bijak, kecuali tentu saja suntikan modal.
Pendidikan investasi
Beberapa pekan lalu saya bertemu dengan sahabat kecil saya. Ia berkeluh kesah, karena adiknya, kepada sang ibu, bersikeras dibelikan mobil daripada rumah. Merek mobilnya bukanlah murah dan hemat BBM: Honda Jazz. Kalau Anda mau periksa silang, harga Honda Jazz hari ini lebih daripada 250 juta rupiah. Karena CC-nya tinggi alat transportasi itu tidak ramah BBM.
Adiknya, bagi saya, alih-alih menunjukkan ia kaya, itu adalah sebuah kemunduran yang mengikuti ego dirinya. Ada pola pikir terbalik di dalamnya, bahwa dengan memiliki mobil adalah kepuasan yang tiada terhingga.
Dari sisi investasi, mobil sejatinya memiliki nilai susut. Tipe tertentu, tatkala sudah keluar dari showroom, nilainya sudah menyusut. Berbeda cerita misalnya, kalau ia mau bersabar, belilah merek Avanza secara mencicil, lalu sewakan itu. Nilai sewa akan terus berkelanjutan, hingga cicilan mobil lunas dan sebagian bisa dikumpulkan mencicil rumah. Kalau takut hilang, gunakanlah teknologi GPS.
Harga mobil di masa depan akan selalu semakin murah, tetapi tidak demikian dengan rumah yang tidak pernah murah. Kecuali mau tinggal dan hidup di mobil.
Saya jadi ingat petuah lama dari buku klasik. Tetapi, saya yakin ini paling sulit kita lakukan: Berani menunda kesenangan dengan cara menginvestasikannya terlebih dahulu kepada kesenangan.
Orang kaya, kata Jere Jefferson, penulis buku laris tentang saham, berinvestasi terlebih dahulu, baru menikmati kesenangan. Hal sebaliknya, dilakukan oleh orang yang miskin, atau orang yang kaya mendadak dan hendak jatuh miskin.
Konkretnya, itu dilakukan seorang miliarder Hong Kong, Li Ka-Shing, tatkala ia masih miskin: Ini adalah hidup yang sangat sederhana dan kamu hanya menghabiskan kurang dari Rp 38 ribu per hari. Sarapan sehari-hari terdiri atas vermicelli (semacam bihun atau mi), sebutir telur dan segelas susu. Untuk makan siangpun hanya makan siang yang sederhana, yaitu cemilan dan buah. Untuk makan malam, coba pergunakan dapur dan masaklah makananmu sendiri yang terdiri dari 2 jenis sayuran dan segelas susu sebelum tidur.
Kita banyak membaca artikel nasihat menolak menjadi miskin, seperti yang saya tulis ini. Tetapi, banyak yang menemui jalan buntu, lalu marah, bertanya kepada Tuhan, “Mengapa takdirku miskin seperti ini, Tuhan?”
Saya tidak percaya Tuhan menciptakan orang miskin dan kaya. Tuhan, bagi saya menciptakan sistem peluang bagi manusia untuk hidup di dua dunia itu. Tuhan memberikan pilihan, sebuah opsi. Semua kembali kepada kemampuan dan kerja keras kita.
VINSENSIUS G.K SITEPU | be_web2001@yahoo.com