Kenapa Ada Dupa dalam Perayaan Ekaristi ? Ini Penjelasannya
Dan demikianlah para imam melakukannya dari zaman Musa hingga zaman Yesus, dan seterusnya. Zakharia yang sedang melakukan tugas keimamannya, membakar dupa di Bait Suci, ketika malaikat Gabriel menampakkan diri kepadanya. Tampaknya merupakan kebiasaan bagi “seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan” (Luk 1: 9-11).
Dupa menjadi bentuk pemujaan (penyembahan) yang paling simbolis. Butir-butir dupa, yang jatuh ke dalam wiruk dengan batu bara panas, naik ke langit sebagai asap yang harum. Ini dimaksudkan sebagai tanda lahiriah dari misteri batin yang merupakan doa yang sejati. “Biarlah doaku bagi-Mu seperti persembahan ukupan” (Mzm 141:2). Metafora itu berlaku bagi Santo Paulus (lihat Flp 4:18). Seorang teolog Yahudi abad pertama, Philo dari Aleksandria, melihat keleluasaan asap pedupaan naik ke langit sebagai simbol kualitas spiritual dan rasional umat manusia, yang dibuat sesuai dengan gambar ilahi. Ketika dupa dipersembahkan dengan korban binatang, katanya, itu melambangkan keseluruhan sifat manusia, tubuh dan jiwa, yang diberikan kepada Allah.
Membakar dupa berarti mempersembahkan tindakan ibadat simbolis yang kaya. Ketika Santo Yohanes ingin menggambarkan penyembahan para malaikat di surga, ia menggambarkannya dengan asap dari banyak dupa yang membubung ke atas (Why 5:8). Doa orang-orang kudus di bumi naik seperti dupa ke surga (Why 8:3-4).
Dupa berkaitan dengan penyembahan. Dupa tentu saja bukan sesuatu yang mutalk, tetapi indah dan ekspresif, dan layak untuk penyembahan. Tuhan meresepkannya dalam Alkitab bukan untuk kepentinganNya, tetapi untuk kita, agar melalui tanda ini kita dapat melihat keindahan ibadah. Pada zaman Yesus, dupa dibakar tidak hanya di Bait Allah, tetapi juga dalam perjamuan persekutuan.
Dokumen-dokumen Kristen paling awal (Didache, Santo Yustinus, Santo Ireneus) menerapkan nubuat Maleakhi 1:11 ke Ekaristi. Menurut mereka, Misa Kudus adalah persembahan yang murni, persembahan dupa yang selalu dan di mana-mana untuk Allah Israel. Santo Paulus mengatakannya dengan baik: “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan- Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan” (2Kor 2: 14-16).