NEWS

Ini Profil 5 Imam Kapusin Medan Yang Baru Ditahbisakan

Loading

Profil Ringkas 5 Imam Kapusin yang ditahbisakan di Paroki St. Fransiskus Asisi Brastagi, Sabtu 1 Februari 2020

 

Pastor Valent Cristian Sihotang OFMCap

Tuhan adalah gembalaku takkan kekurangan aku

(Mazmur 23:1)

Saya lahir di Kabanjahe, 30 Januari 1989, sebagai anak pertama dari 5 bersaudara: 4 laki-laki & 1 perempuan. Saya berasal dari Paroki St. Lusia Parlilitan. Panggilan menjadi pastor diawali dengan rasa tertarik melihat pastor-pastor Kapusin di paroki kami waktu itu (Kabanjahe). Kebetulan bapak saya bekerja di paroki sehingga saya sering bertemu dengan mereka.

Terlebih juga karena para pastor sering datang ke rumah kami. Saya tertarik dengan keramahan, suasana persaudaraan, semangat, dan keceriaan mereka. Itu menumbuhkan rasa tertarik dalam hatiku. Ketertarikan itu juga karena melihat jubah coklat Kapusin yang menawan walau sederhana. Tumbuh niat dalam hatiku untuk mengenakan jubah seperti itu.

Kuutarakan niatku itu kepada orangtua dan keluarga, dan mereka menyambutnya dengan hangat dan gembira. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, saya masuk ke Rhetorika dan kemudian memilih Ordo Kapusin. Menjalani panggilan ini tidak semudah yang saya bayangkan. Banyak tantangan-tantangan yang mesti dihadapi. Terkadang ada keinginan untuk menyerah.

Namun saya percaya bahwa Tuhan selalu meneguhkan saya agar tetap bertahan sampai sekarang. Saya yakin bahwa inilah rancangan Tuhan bagiku. Tuhan pasti menyalurkan rahmat-Nya kepada orang yang berharap dan berkenan kepada-Nya. Saya yakin bahwa Tuhan selalu menuntunku, karena Dialah gembalaku dan padaNya aku tidak akan kekurangan. Saya merasa bahagia menjadi Kapusin dan saya bangga menyatakan diri sebagai Kapusin. Semoga Tuhan tetap membimbingku hingga akhir nanti.

 

Pastor Pater Everis Pinto Sihombing OFMCap

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mazmur 139:14)

Saya lahir di Hutanamora, 20 Mei 1991, sebagai anak ke 13 dari 13 bersaudara: 9 laki-laki & 4 perempuan. Saya berasal dari Paroki St. Mikhael Pangururan. Bagi saya panggilan Tuhan merupakan suatu hal yang sangat misteri. Pada awalnya panggilan menjadi imam itu tidak begitu terang. Berjalan biasa-biasa saja, tanpa ada yang sangat istimewa seperti panggilan nabi Samuel.

Sejauh saya ingat bibit panggilan itu sudah ada sejak kecil, ketika ditanya tentang cita-cita, dengan spontan saya menjawab menjadi “pastor”. Namun, panggilan itu tidaklah selamanya melekat dalam diriku bahkan lama tak pernah muncul. Setelah kelas 3 SMA, merasa bingung menentukan lanjutan sekolah. Satu hal yang aku rasakan bahwa Tuhan tetap memanggil saya dan akhirnya saya masuk seminari (Rethorika). Dari situ saya merasa panggilan saya makin berkembang.

Menjadi pastor Kapusin adalah pilihan satu-satunya dengan jubah cokelatnya. Saya memilih Kapusin karena itulah yang pertama kukenal yang berkarya di paroki kami. Teladan kebapaan Pater Norbet Ambarita yang mendampingi kami di Rhetorika, membuat saya tidak ragu memilih Kapusin, tempat berlabuh untuk menanggapi panggilan Tuhan.

Selama masa pendidikan menjadi imam, begitu banyak tantangan, ada perasaan tidak layak dan godaan datang dari mana-mana. Terkadang muncul niat untuk meninggalkan panggilan ini: “untuk apa bersusah-susah, mau berjuang sama siapa lagi, toh sudah yatim-piatu”. Namun ada saja yang menguatkan, mendukung dan menyemangati hidup ini. Semoga dengan pengalaman seperti ini, saya semakin tahu bersyukur, bergembira dan dina dalam menjalani panggilan ini. Kuserahkan kepada Dia yang memanggil.

Baca juga  Tahbisan Lima Imam Kapusin, Mgr. Kornelius: Teruskan Jabatan Sebagai Guru, Imam dan Gembala

Saya hanyalah alat ditanganNya yang siap dibentuk dan dipakai menjadi pekerja di ladangNya. Di depan masih banyak tantangan, suka-duka yang harus dilewati, dan yan perlu disadari, dihadapi dan disyukuri. Menjadi pastor bukanlah cita-cita dan proyekku saja, tetapi rahmat cuma-cuma dari Tuhan yang memanggil. Tuhan yang memanggil, aku hanya menanggapi, maka biarlah Dia yang berkarya dalam diriku.

 

Pastor Tuppal Vandenhoven Sipayung OFMCap

Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku, kepada-Nya hatiku percaya. (Mazmur 28:7)

Saya lahir di Halaotan, 18 Januari 1988, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara: 4 perempuan dan 4 laki-laki. Saya berasal dari Paroki St. Fransiskus Saribudolog (Stasi Halaotan). Menjadi pastor adalah cita-cita saya dari SD. Motivasi awalnya kerena senang melihat pastor-pastor yang datang ke gereja kami. Mereka adalah orang- orang baik, sehingga disenangi dan dirindukan umat. Ketika duduk di bangku kelas III SMP, saya ikut testing ke Seminari Menengah Pematangsiantar dan dinyatakan lulus. Namun hanya satu setengah tahun saja saya di Seminari Menengah. Pada waktu itu saya sempat berjanji dalam diri saya untuk tidak pernah lagi kembali ke Seminari itu.

Setelah keluar dari Seminari, saya melanjutkan sekolah di SMA Van Duynhoven Saribudolog dan tinggal di Asrama Putra St. Fransiskus Saribudolog. Sebagai anak asrama, saya sering bertemu dengan P. Selestinus Manalu OFMCap, pastor muda di paroki kami. Beliau sering mengajak saya ikut ke stasi. Kebersamaan itu kembali menumbuhkan panggilan dalam diri saya. Ketika duduk di bangku kelas III SMA, saya testing lagi ke Seminari Menengah dan dinyatakan lulus masuk Rethorika. Saya sempat ragu akan panggilan Tuhan waktu itu, sehingga saya mengatakan kepada ibu kalau saya tidak ingin masuk ke seminari lagi.

Ibu saya setuju tetapi para saudara-saudari saya mengusulkan supaya saya mencoba lagi. Saya pun mencoba menjalaninya di Seminari sebagai Rethorika. Dalam keraguan itu, saya mencoba menjalani panggilan Tuhan dengan sungguh-sunguh tanpa ada rasa takut untuk dikeluarkan. Ketika kaul kekal, saya yakin Tuhan sungguh-sungguh memanggil dan memilih saya menjadi alat-Nya. Saya pun merasa bahagia dan bangga sebagai Kapusin. Setiap pergumulan dan kekuatiran dalam menjalani panggilan ini, saya serahkan kepada Tuhan. Saya sungguh mengalami pendampingan-Nya untuk melalui semuanya itu hingga indah pada waktunya. Tanpa penyertaan-Nya saya pasti tidak akan mampu bertahan sampai sekarang. Saya yakin bahwa perjuangan masih panjang dan tanggungjawab yang diberikan-Nya juga akan lebih besar. Saya percaya bahwa Tuhan akan selalu bersama saya. Tuhan tak akan membiarkan saya berjalan sendirian, karena Dia adalah kekuatan dan perisaiku.

 

Pastor Masro Situmorang OFMCap

Berani bangkit dan berjuang dari kegagalan

Saya lahir di Huta Pinang, 17 Januari 1989, sebagai anak pertama dari 6 bersaudara. Asal saya dari Paroki St. Yohanes Pembaptis- Pakkat. Awalnya, saya hanya mencoba-coba untuk masuk seminari dan belum ada motivasi yang jelas. Keberanian saya untuk masuk seminari hanya karena melihat semangat dan kegagahan dari teman-teman para seminaris yang berasal dari paroki Pakkat. Tetapi seiring berjalanya waktu, motivasi saya yang dulu belum jelas, pelan-pelan semakin mempunyai arah. Pelajaran dan bimbingan yang saya dapatkan di seminari menuntun saya untuk semakin menyadari pilihan hidup saya. Maka, setelah menyelesaikan pendidikan di seminari, saya memberanikan diri untuk memilih masuk Ordo Kapusin. Ordo Kapusin adalah ordo yang sangat saya idolai sejak SMP. Alasan utama saya tertarik dengan Kapusin adalah karena melihat kepribadian dan pelayanan para pastor Kapusin yang berkarya di paroki Pakkat.

Baca juga  Tahbisan Lima Imam Kapusin, Mgr. Kornelius: Teruskan Jabatan Sebagai Guru, Imam dan Gembala

Setiap pastor yang berkarya di paroki Pakkat sungguh memiliki kekhasan dan kharisma masing-masing. Kekhasan para pastor di Pakkat yang sampai sekarang selalu saya ingat adalah kesetiaan memakai jubah dan ketulusan menyapa umat. Karena keramahan para pastor, umat selalu rindu untuk berjumpa dengan mereka. Maka ketika umat mendengar suara mobil Rocky dan sepeda motor Gl-Pro, mereka akan menyempatkan diri keluar dari rumah hanya untuk mendapatkan sapaan pastor dari jendela mobil dan lambaian tangan dari atas sepeda motor. Kapusin sungguh luar biasa. Karena itu juga saya berani dan tulus untuk menerima tahbisan supaya bertambah saudara Kapusin yang ramah dan dirindukan umat. Semoga!!!

 

Pastor Hendrik Lumbanraja OFMCap

Semua menjadi indah pada waktunya

Saya lahir di Bandar Tinggi, Kab. Simalungun, 17 Juli 1988, sebagai anak ke-2 dari 5 bersaudara: 3 laki-laki dan 2 perempuan, dari pasangan A. Lumbanraja (+) dan E. Br. Sinaga. Menjadi pastor bukan cita-cita awal saya. Bahkan Seminari, sekolah calon pastor, saya tahu dari almr. bapak saya, karena beliau pernah sekolah di Seminari Menengah, Pematangsiantar (hingga kelas secunda). Karena saya lebih suka mengendarai sepeda sebagai transport ke sekolah saat SMP, maka bapak menjanjikan sepeda baru sebagai hadiah, jika saya pergi dan menang testing ke Seminari. Sepeda baru dibeli, karena saya lulus testing ke Seminari, namun akhirnya saya sadar, sepeda baru itu tidak akan saya pakai ke sekolah, karena saya bersekolah di Seminari.

Di Seminarilah saya menemukan cita-citaku menjadi pastor. Empat tahun di Seminari adalah waktu yang cukup bagiku untuk memutuskan pilihan ordo. Saya memutuskan memilih menjadi pastor Kapusin. Alasannya sederhana: kagum dengan pastor Kapusin sebagai pastor yang paling pintar, memukau saat berbicara di depan orang, humoris, berbakat dalam hal musik, bernyanyi, main bola, serta tampan dan gagah dengan jubahnya.

Tahapan demi tahapan perjalanan panggilan membuat saya semakin sadar panggilan menjadi pastor merupakan panggilan hidup penuh misteri. Pengolahan dan pergumulan hidup kualami, terkadang penuh semangat dan bergelora, terkadang tertatih-tatih dan menggerus niat, namun panggilan menjadi pastor tetap hangat. Akhirnya saya sadar, menjadi pastor bukan sekedar cita-cita, melainkan rahmat panggilan, yang begitu mahal, berharga, suci, dan luar biasa untuk digapai, diperjuangkan, serta dihidupi. Sadar pula tidak ada yang kebetulan dalam perjalanan hidup, semua dirancang Tuhan dengan amat baik.

Banyak hal tidak saya mengerti dan pahami, namun tetap saya rasakan dan imani, Tuhan selalu memanggil, meneguhkan dan mengutus pilihan-Nya. Saya percaya Tuhan yang menggenapi banyak hal dalam hidupku, dan memberikan kekuatan agar aku tetap berada dalam genggaman-Nya. Dari perjalanan hidup, saya semakin dan amat percaya, Tuhan itu memang sungguh, benar, dan selalu hidup dan ada bersama setiap orang yang memasrahkan hidupnya pada Dia. Akhirnya, saya berkata: “Semua menjadi indah pada waktunya, karena ada dan bersama Tuhan”. 

Facebook Comments

Leave a Reply