BERBUAT SESUATU UNTUK ORANG LAIN
KOTBAH MINGGU | RP FRANS SITUMORANG OFMCap.
Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan oleh seorang yang bangkit dari orang mati
(Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31/Hari Minggu Biasa XXVI)
Secara hukum orang kaya dalam cerita Injil tidak melakukan kesalahan. Ia tidak menganiaya Lazarus, mengusirnya atau marah-marah kepadanya. Dalam arti itu, orang kaya itu tak bersalah sedikit pun. Tapi, dari segi moral dan kehidupan agama, ia bersalah, bukan karena melanggar undang-undang, melainkan karena tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan orang miskin yang amat melarat itu. Orang kaya itu tidak peduli dengan orang lain.
Kita tidak bisa menyebut diri sebagai orang baik dengan menghindari perbuatan jahat, melainkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Panggilan dasariah manusia bukan terutama tidak berbuat yang jahat, melainkan untuk melakukan kebaikan. Kita diminta keluar dari diri kita dan berbuat sesuatu untuk orang lain. Orang kaya itu dipersalahkan bukan karena ia menghindari kejahatan, melainkan karena ia tidak berbuat sesuatu untuk menolong orang lain. Matanya melihat, tapi hatinya tertutup.
Injil dan nubuat Nabi Amos tidak terutama hendak melukiskan situasi di dunia lain sana, tapi hendak memberitahukan kepada kita apa yang akan terjadi pada diri kita dalam hidup yang akan datang. Kita diingatkan bahwa nasib di dunia yang akan datang itu sudah dimulai di sini dan sekarang ini. Bukan hanya pembalikan situasi yang akan terjadi, tetapi hidup yang akan datang itu merupakan kelanjutan dari hidup di dunia ini.
Selama hidupnya di dunia orang kaya itu begitu melekat pada harta dan kekayaan hingga tidak peduli akan suara Lasarus atau sabda para nabi atau kehadiran anjing yang menjilati borok Lasarus. Pada akhirnya dia dihukum bukan karena kesalahan yang kebetulan, tapi karena dosa yang menyeluruh dan berulang-ulang selama hidupnya, yaitu apatisme dan acuh tak acuh.
Si miskin bernama Lasarus, si kaya tidak memiliki nama. Nama adalah ungkapkan jati diri yang terdalam. Nama merangkum seluruh sejarah hidup seseorang. Si kaya tidak memiliki nama sebab dia tidak memiliki sejarah atau jati diri. Sebaliknya, si miskin memiliki nama yang sangat berarti, yaitu Lasarus yang berarti Allah menolong. Tak sedikit orang yang pada akhirnya kehilangan nama, sebab telah menggantikannya dengan nama yang lain, yakni uang, karier, kuasa, kesuksesan, pekerjaan, dll.
Kita diajak untuk menyadari bahaya akibat melekat pada harta duniawi. Lebih dari itu, kita perlu sadar bahwa apa yang ada pada kita adalah rahmat Tuhan. Pemberian Tuhan itu adalah anugerah untuk kita bersama. Amin.