OPINIREFLEKSI

Antara Logika Dominasi dan Logika Rasa Hormat (Sebuah Refleksi)

            Pada 6 April 2022 Paus Mengadakan Audensi. Kegiatan tersebut terjadi pasca kunjungan Kerasulan Bapa Puas dari negara Malta. Dalam Audensinya, Bapak Paus Fransiskus sempat mengungkapkan kata logika Dominasi dan logika Hormat. Dalam dua logika itu, Paus hendak menunjukkan perbedaan semangat terhadap nilai kemanusiaan. Logika dominasi lebih menonjolkan ego dari pada cinta, sebaliknya logika hormat lebih menonjolkan rasa cinta dari pada rasa ingin menguasai. Tulisan ini berupa refleksi yang berusaha membuka wawasan kita akan makna dari sebuah logika hormat terhadap yang lain daripada logika dominasi yang tidak menaruh rasa hormat terhadap kehidupan. Refleksi  bapak Paus tentang logika dominadai dan logika hormat dalam Audensinya menjadi landasan penulis.

Logika Dominasi   

            Prahalad dan Bettis menyebutkan, logika dominasi sebagai pandangan umum  tentang bisnis yang berlaku  di  antara  koalisi  dominan  (Prahalad  &  Bettis,  1996), dengan  menawarkan  serangkaian  proposisi  dan  perspektif mendasar  dari  domain  tertentu. Logika tersebut terkesan berada dalam sebuah logika tertutup sebab tidak membuka ruang adanya pilihan alternatif. Pilihan alternatif dalam hal ini, mempertimbangkan banyak aspek dari setiap pilihannya. Konsekuensi dari logika ini, setiap aktor wajib menentukan pilihan yang dilandaskan pada logika umum yang disediakan oleh para kekuatan dominan. Setiap aktor yang tidak bergerak dalam landasan umum akan disingkirkan dari balutan logikanya. Singkat kata, Logika dominasi lebih digerakan oleh sebuah kepentingan untuk mendominasi dengan cara menguasai pihak lain tanpa memperhatikan aspek aspek global.

             Geopolitik dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kebijaksanaan negara atau bangsa sesuai dengan posisi geografisnya. Kita sampai pada pengertian tersebut tentu mengacu pada sebuah undang-undang yang berlaku dalam suatu negara dan diakui secara internasional. Logika dominasi dalam konteks ini, dipahami sebagai sebuah tindakan berpikir yang melampaui garis-garis legitim yang ada dalam suatu komunitas negara baik negara sendiri maupun negara lain. Logika berpikir tersebut tentu tidak lahir dari negara yang berkembang tetapi negara yang merasa kuat. Dengan demikian, logika dominasi merupakan sebuah strategi negara kuat yang bertujuan untuk menegaskan kepentingannya, memperluas wilayah pengaruh ekonomi, ideologis, dan militer.

Perang merupakan konsekuensi lanjut dari pertikaian logika tersebut. Perang terjadi sebab memaksakan kehendak pada pihak lain. Dalam perang tentu negosiasi untuk menciptakan rekonsiliasi tidak mendapat ruang. Perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia saat ini bisa menjadi sebuah gambaran dari logika dominas itu. Negosiasi yang dibangun kedua negara tersebut untuk mencari solusi yang netral tidak menghasilkan keputusan yang tepat. Perang adalah solusi “mendadak” yang kemudian diambil. Keputusan perang boleh dibilang jalan buntu yang harus ditempuh demi mempertahankan ego keduanya. Di sini, hal dikurbankan adalah hidup manusia. Kematian yang tidak dikehendaki menghantui manusia yang hidup dalam kedua negara tersebut.   

            Dalam hal ini, Bapa Paus merefleksikan logika dominasi tidak memberi tempat bagi kebebasan, rasa hormat, cinta terhadap nilai kemanusiaan. Semua hal itu digilas dalam kepentingan. egosentrisme menjadi superioritas daripada makna sebuah kehidupan bersama yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kerukunan, dan sikap saling menghargai. Kalau kita tarik refleksi bapa Paus dalam konteks perang Ukraina dan Rusia saat ini gambaran suram terhadap hidup manusia sangat nampak jelas. Manusia tidak mengalami kebebasan, hilangnya rasa hormat terhadap hidup, tidak ada cinta bahkan kematian menjadi sebuah kepastian. Singkat kata, logika dominasi “menguasai ruang kesadaran” manusia akan nilai kemanusiaan. Hidup manusia seolah tidak ada artinya di hadapan manusia. Manusia jatuh dalam spiritualitas ego daripada spiritualitas kasih. Singkat kata, kita bisa mengatakan bahwa Gereja yang diwakili Bapak Paus senantiasa menolak keputusan perang. Sebab perang bukanlah solusi kemanusiaan tetapi sebuah solusi logika dominasi yang bercokol pada spiritualitas egosentrisme.

Logika Hormat

            Logika hormat merupakan sebuah logika yang netral dalam memecahkan persoalan. Kelompok yang bertikai dalam logika ini memberikan sumbangsih positif. Negosiasi yang diambil oleh kelompok bertikai menghasilkan keputusan damai. Tidak ada yang dirugikan sebab setiap kelompok menghargai kedaulatan masing-masing. Logika hormat ini sekaligus memuliakan kemanusiaan. Hidup manusia dijunjung tinggi sebab hidup merupakan hak setiap orang dan kematian adalah kepastian yang akan dialami manusia dalam batas umur yang ditentukan oleh Sang Pemberi Kehidupan.

            Bapa Paus Fransiskus dalam audensinya 6 April 2022 menyebutkan negara Malta sebagai negara yang menjunjung tinggi logika hormat ini. Dalam semangat logika hormat, Malta memandang manusia secara universal dalam ranah kemanusiaan. Cara pandang demikian memungkin hidup manusia sangat dihargai, dihormati, dicintai. Para migran yang masuk ke negara tersebut tidak dipandang sebagai orang asing, buangan, terlantar, sebagai kehadiran mengancam, tetapi kehadiran sebagai manusia.

Refleksi Kita

            Ketika kita berbicara tentang manusia, kita sesungguhnya berbicara tentang yang universal yaitu kemanusiaan. Dalam kacamata kemanusiaan, parsialitas, pembagian, sekat, warna kulit, bahasa, identitas tidak berlaku. Hal-hal yang disebutkan itu hanyalah produktivitas kata manusia yang terbentuk dalam sikap dan perbuatannya. Keterjebakan manusia dalam pola pikir sempit tentang manusia memungkinkan dirinya tidak mampu memandang kesucian hidup. Hidup itu hanya sebuah permainan yang bisa dipindah, digeser berdasarkan kepntinganku. Pola pikir sempit tersebut yang memungkinkan munculnya logika dominasi. Dalam logika itu, yang lain tidak mempunyai nilainya, kekuatan, kualitas, sebab itu tidak perlu diberi tempat “belaskasihan”. Bercokolkan logika itu, orang bertindak semena-mena atas orang lain tanpa memperhatikan kebutuhan, keinginan, cita-cita, hak dan kewajibannya. Keuntungan bagi saya, itulah yang perlu aku lakukan. Sekiranya itulah slogan yang mereka anut. Dalam konteks ini, fenomena penderitaan, kemarginalan, kematian, dan kepincangan bertumbuh subur.

            Pertanyaan kita, bagaimana peran gereja agar gelombang logika dominasi tidak merebak ke sum-sum pikiran manusia. Paus dalam audensinya, menekankan evangelisasi baru dari gereja. Evangelisasi baru dalam arti gereja memahami konteks dan berusaha untuk memberikan sumbangsih konstruktif kepada umat atau kepada semua orang. Dalam konteks pelayan terhadap umat, Gereja sekiranya tidak hanya bersuara dari altar tetapi terjun langunsung ke pasar. Gereja memahami kebutuhan umat dan bersama umat menebarkan kebenaran.

Dengan memahami situasi umat, gereja akan dengan mudah menyebarkan ajarannya tentang kebenaran. Kehadiran gereja yang mengumat tidak menutup kemungkinan meleburnya logika dominasi dalam diri umat. Umat akan mengenakan logika hormatnya untuk menghormati hidup, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam konteks, semua orang, gereja sekiranya membangun dialog kemanusiaan. Suatu dialog yang bukan mengedepankan dogma-dogma tetapi lebih pada sebuah dialog kemanusiaan. Suatu dialog akan arti hidup, persaudaraan, perdamaian, cinta dan sebagainya. Bukan tidak mungkin orang lain di luar gereja akan mendengarkan suara gereja. Dengan demikian, suara kemanusia yang dibangun gereja pelan-pelan tapi pasti akan meruntuhkan kekuasaan logika dominasi.

            Logika Dominasi tentu tidak kita kehendaki untuk dipraktikkan secara paksa kepada yang lain. Mengubah maindset dari logika itu, maka perlu suaru kemanusiaan. Kita semua mempunyai kewajiban untuk menyuarakan kemanusiaan di tengah dominasi logika tersebut. Suara cinta memampukan lahirnya logika hormat yang membuka ruang bagi kehadiran yang lain.

 

**Fredy Ndalung, S. Fil **

Alumi STFT Widya Sasana –Malang

Pengajar SD Katolik Santo Yosef Kediri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *