NEWS

75 Tahun Uskup Igantius Suharyo: Gagal Jadi Polisi tetapi Terpilih Jadi Uskup TNI/Polri

Loading

Komsoskam.com | Dalam rangka perayaan ulang tahunnya yang ke-75, Kardinal Ignatius Suharyo membagikan refleksi mendalam tentang perjalanan hidupnya sebagaimana dilansir dari kanal Youtube Liputan6. Dengan penuh syukur, Mgr. Kardinal Suharyo mengungkapkan tiga kata kunci yang merangkum 75 tahun pengabdiannya: anugerah, panggilan, dan perutusan.

Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung menyambut Kardinal Uskup Suharyo sebagai Uskup Militer Indonesia saat akan mengadakan pelantikan Badan Pengurus Keuskupan Militer di wilayah KAM.

Baginya sepanjang hidup adalah anugerah yang diberikan oleh Allah. Segala hal yang bisa ia alami, lakukan bukan karena kehendaknya pribadi tetapi karena Allah memang menganugerahkan hal tersebut lewat panggilan. Yaitu kehendak Allah yang memanggilnya untuk melakukan tugas-tugas yang menjadi perutusannya. 

Dari Polisi hingga Pelayan Tuhan: Sebuah Panggilan Tak Terduga

Siapa sangka, pria yang kini dikenal sebagai Kardinal Ignatius Suharyo, dulunya bercita-cita menjadi seorang polisi. Namun, takdir berkata lain. Beliau meyakini bahwa hidup adalah sebuah panggilan dari Tuhan, dan jalan hidupnya telah dibelokkan oleh Sang Pemilik Kehidupan. Rencana-rencana pribadinya seringkali tidak terwujud, membawanya dari seminari tinggi hingga menjadi seorang imam diosesan di Keuskupan Agung Semarang.

Awalnya, menjadi pastor paroki adalah impiannya, namun lagi-lagi, panggilan membawanya untuk belajar dan kemudian mendampingi para calon imam sebagai formator. Setelah 16 tahun mengabdikan diri sebagai dosen, sebuah kejutan datang dari Paus Yohanes Paulus II: penunjukan sebagai Uskup Keuskupan Agung Semarang. Bagi Kardinal Suharyo, ini adalah bukti nyata bahwa hidup harus dijalani dengan keterbukaan terhadap panggilan Tuhan.

Mengingat awalnya ia ingin menjadi Polisi, rupanya Allah memberinya kesempatan lebih. Pada tahun 2006 ia dipilih oleh Vatikan menjadi Uskup  Militer Indonesia menggantikan Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja SJ (Periode 21 Juli 1986 -2 Januari 2006).  Ordinariat Militer Indonsia (OCI) ini merupakan keuskupan Militer  yang meliputi TNI: angkatan laut, angkatan udara, angkatan darat dan Polisi Republik Indonesia (Polri). Uskup Militer memiliki tanggungjawab untuk membina iman para TNI/Polri agar tumbuh dalam iman   Katolik dan setia mengabdi pada negara. 

Bapa Suci Paus Fransiskus memilih Uskup Igntius Suharyo sebagai Kardinal ketiga dari Indonesia.
Bapa Suci Paus Fransiskus memilih Uskup Igntius Suharyo sebagai Kardinal ketiga dari Indonesia.

Jabatan Kardinal: Tanggung Jawab Iman yang Besar

Menjadi seorang kardinal, jabatan kehormatan tertinggi kedua dalam Gereja Katolik, bukanlah sesuatu yang beliau minta. Penunjukannya pun diterima tanpa pemberitahuan sebelumnya, sebuah cerminan ketaatan dalam Gereja Katolik. Beliau adalah orang Indonesia ketiga dalam sejarah yang menyandang gelar ini.

Mengenai momen sebelum menjadi kardinal, Kardinal Suharyo tidak mengingat adanya momen spesial. Namun, beliau menduga bahwa keterlibatannya dalam merumuskan semboyan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, “Semakin Beriman, Semakin Bersaudara, Semakin Berbela Rasa” (Faith, Fraternity, Compassion), mungkin menjadi salah satu faktornya. Kata “compassion” (bela rasa), yang merupakan terjemahan dari bahasa Latin “Kompassio,” memiliki makna yang mendalam dan selaras dengan pesan-pesan Paus Fransiskus.

Menanggapi perasaannya menjadi seorang kardinal, beliau memaknainya sebagai tanggung jawab iman yang besar, sebuah kesetiaan sampai mati, bahkan sampai menumpahkan darah jika diperlukan.

“Me Time” dalam Balutan Filosofi Jawa: Meneng, Bening, Dunung

Meskipun seorang tokoh publik, Kardinal Suharyo tetap menghargai waktu untuk diri sendiri. Beliau menjelaskan filosofi Jawa “meneng, bening, dunung” (diam, jernih, tahu arah) sebagai landasan untuk menghayati hidup dengan baik. Waktu untuk diam dan merenung penting agar hati menjadi jernih dan mampu melihat arah hidup yang benar. Beliau lebih suka memaknai waktu pribadi sebagai “rekreasi,” yang berarti menciptakan kembali kekuatan dan ketenangan untuk melanjutkan pekerjaan, daripada istilah “healing” atau “me time” yang menurutnya terkesan egois.

Ekaristi dan Ibadat Harian: Ritme Doa Seorang Kardinal

Dalam kesibukannya, Kardinal Suharyo tidak pernah melupakan kewajiban rohaninya. Ekaristi menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya. Selain itu, sebagai seorang klerus, beliau juga mengamalkan ibadat harian, sebuah kewajiban doa pagi, siang, sore, dan malam. Ada pula doa harian khusus yang beliau senangi, sebuah persembahan diri kepada Allah Bapa dalam kesatuan dengan persembahan Yesus.

Menghadapi Tantangan Intoleransi di Indonesia

Menanggapi isu intoleransi yang terjadi di Indonesia, Kardinal Suharyo mengajak umat Katolik untuk bersikap tenang dan tidak terpancing. Beliau menekankan pentingnya memandang setiap peristiwa bukan sebagai isu agama, melainkan sebagai permasalahan sosial atau tindakan kriminal yang harus ditangani oleh penegak hukum. Di tengah kesenjangan sosial dan tingkat kesadaran yang beragam, umat Katolik diharapkan untuk tetap berpikir dingin dan berhati lapang.

Purna Bakti: Lepas Bebas dan Menanti dengan Tenang

Sesuai dengan ketentuan hukum kanonik, Kardinal Suharyo akan mengajukan pengunduran diri sebagai Uskup Agung Jakarta. Beliau mengaku merasa “lepas bebas” dan siap untuk menjalani masa emeritus. Proses pemilihan uskup pengganti bisa berlangsung cepat atau lambat, namun beliau menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan Tahta Suci dan akan menjalani masa transisi dengan tenang.

Dengan segala kerendahan hati dan kebijaksanaannya, Kardinal Ignatius Suharyo telah memberikan inspirasi bagi banyak orang selama 75 tahun kehidupannya. Perjalanan hidupnya adalah cerminan dari anugerah, panggilan, dan perutusan yang beliau yakini sebagai esensi dari kehidupan itu sendiri.

Proficiat bapa Kardinal.

 

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *