Resensi Film | JOKER
“Orang yang jahat adalah orang baik yang tersakiti.” Beberapa hari terakhir, setelah munculnya film layar lebar yaitu film JOKER, kalimat tersebut sering sekali diucapkan orang-orang. Terkadang terkesan menjadi guyonan, namun penuh makna.
Joker sendiri adalah film layar lebar yang diadaptasi dari tokoh antagonis populer komik DC yang menjadi musuh abadi manusia kelelawar, Batman. Film ini berhasil menyita penikmat dan pengkritik film, karena situasi di dalam film benar-benar sedikit membuat psikis terguncang.
Film ini disutradarai Todd Phillips, dan diperankan oleh aktor kawakan Joaquin Phoenix. Jujur, saat saya menonton film ini saya terikut kedalam suasana Joker tersebut. Saya seperti merasakan apa yang sedang Joker alami. Saya ikut merasakan bagaimana rasanya sedang depresi, saat kena bullying, dan tekanan lainnya. Film tersebut benar-benar dikemas secara bagus dan apik tenan.
Namun, meski dikemas secara bagus dan mumpuni, film ini mempunyai pengaruh yang negatif dan positif. Pengaruh negatif adalah, Joker sendiri digambarkan dengan kepribadian yang bisa dikatakan psycho dan mental yang tidak stabil. Hal ini yang diyakini oleh para ahli dapat mempengaruhi pemikiran penonton untuk mencontoh adegan-adegan yang cukup kelam dalam film tersebut. Apalagi, jika orang tua mengikut sertakan anak-anak dibawah umur untuk menonton film tersebut.
Misalnya, ketika anak-anak tersebut mendapatkan suatu masalah, mereka cukup menyelesaikan masalah dengan kekerasan, berkata kotor, perlakuan acuh terhadap sesama. Dan tidak juga menutup kemungkinan apabila anak sudah terkoyak mental dan psikis-nya, mereka juga tak ragu untuk melakukan tindakan pembunuhan. Jadi jika memang tetap memutuskan membawa anak-anak, sebaiknya sebelum dan sesudah menonton, orangtua penting memberikan himbauan serta penjelasan yang lebih mendalam terhadap anak tentang film ini.
Dari sisi positif film Joker, menunjukkan bahwa sebagai makhluk sosial, kita harus memiliki empati dan simpati yang besar. Karena masih banyak dari manusia yang kurang mempunyai rasa empati dan simpati terhadap sesama. Kita masih kerap mengabaikan orang-orang yang mengidap gangguan mental dan yang mau menyakiti fisik. Padahal sebenarnya mereka membutuhkan perhatian khusus agar bisa sembuh. Dan, karakter joker juga mengajarkan di balik sosok topeng yang selalu tersenyum lebar, terdapat sakit yang kelam begitu dalam. Alias “pura-pura bahagia.” Jadi marilah hidup lebih berempati dan bersimpati, agar kita menyelamatkan jiwa yang hampir putus ada atau bahkan sudah putus asa.
Eva Susanti Barus