PENTINGNYA TUKAR PENGETAHUAN AGAMA DI TINGKAT “GRASS ROOTS”
Lagi-lagi tersebar di medsos, seorang yang mengatas namakan pinda agama bersaksi tentang agama yang pernah dianutnya. Pamandangan menjadi menarik karena para pendengarnya manut-manut, seakan-akan kagum. Pertanyaanya apakah kagum atau malahan bingung? Sang Pemberi kesaksiaan pasti ada kepentingannya, minimal agar diterima dalam komunitasnya yang baru. Dalam hal ini ia mengorbankan kebenaran dan kualitas kesaksiannya demi sebuah hasrat. Dari kesaksiaannya itu nampak jelas bahwa pengetahuan dari agama yang dianut sebelumnya nihil alias kosong. Contoh pendidikan seminari, semua orang tahu, sampai anjing yang paling malas pun tahu bahwa pendidikan seminari, atau tempat persemaian calon pastor dan itu hanya lelaki. Kalau seorang perumpuan bersaksi bahwa dia bersekolah di seminari sebagai calon pastor, itu tidak benar. Hal lain, sapaan: imam katolik di Indonesia selalu disebut dengan Romo, Pater, Pastor, ada yang menyebutnya Padre. Pendeta untuk para pastor dari saudara-saudari kita Kristen Protestan. Dan dalam hal ini ada juga pendeta dari kaun perumpuan. Dalam hal ini Sang Pemberi kesaksi sedang mempertontokan kebodohannya. Kala Pendengar yang manut-manut menerimanya sebagai kebenaran, berarti yang memberikan kesaksiaan itu bukan hanya menyebarkan kebodohan tetapi juga kebohongan.
Kekuatan utama, Kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi Pancasila- Indonesia, adalah antara lain menghargai agama-agama yang dianut oleh penduduknya, dalam konteks kebinekaan. Negara menjamin dengan undang-undang, dan menyiapkan segala yang perlu agar kehidupan beragama bertumbuh secara baik sesuai dengan ‘nurani’ agama itu yakni: hidup damai, bermoral, bahagia dan sejahtera, di bumi ini dan kelak di surga. Proses ini bisa terjadi terutama di level ‘grass roots’ melalui pembinaan-pembinaan (Katekese) sehingga terciptalah: “Iklim Percaya karena Tahu.” Percaya (iman-faith) wilayah iman, tentu ada hal-hal lain tetap menjadi mistery, manifestasi dari KEMAHAAN SANG KHALIK. Tahu (Pengetahuan – knowledge) menyangkut pengetahuan/ilmu dari agama-agama yang yang ada. Ada yang praktis dan ada yang kompleks. Pada tingkat ‘grass roots’ diperlukan pengetahuan-pengetahuan yang praktis. Apakah tabu mempelajari pengetahuan atau ilmu dari agama lain? Tidak! Paling tidak yang saya tahu dalam kalangan Katolik, ada pastor yang belajar Islamologi. Ada orang Islam yang belajar agama Kristen dll. Level atas okaylah. Persoalan yang kita hadapi di masyarakat kadang-kadang pada level “grass roots” Apakah mereka saling menukar pengetahuan agamanya dengan orang orang beragama lain? Mala petaka bagi orang memberikan kesaksian kepada komunitasnya yang baru, karena ia tidak tahu agama yang dianutnya sebelumnya, dan diberi panggung! Dari aspek ini wajar kalau Pater Tuan Kopong MSF dari Manila menuliskan surat terbuka kepada MUI, sebagai bentuk ‘apresiasi dan kekaguman’ terhadap agama Islam, sehingga sayang kalau ‘dikotori’ oleh oknum-oknum yang mengatas namakan pinda agama.
Pemandangan kebersamaan antar umat yang berbeda agama, sebenarnya sudah biasa, terjadi di berbagai kesempatan, misalnya kerja bakti bersama, pesta, olah raga dll. Pemandangan semacam ini selalu mendatangkan susana adem, damai dan bersaudara. Misalnya, seorang bapa Katolik, dan istrinya muslim mengantarkan anak laki-lakinya ke depan altar agar ditahbiskan menjadi imam oleh bapa uskup. Seorang Frater calon imam, menjalankan TOP (Tahun Orientasi Pastoral) di Pesantren, dan berbagai pengalaman lain. Poin saya adalah bahwa cerita kebersamaan antar umat beragama itu nyata terjadi di dunia ini, bukan cerita dari dunia antah-berantah.
Modal kebersamaan yang sudah ada itu, maka mari kita melangkah lebih jauh untuk saling menukar pengetahuan umum tentang agama kita di tingkat dasar. Dan insiatif itu datang dari komunitas-komunitas kategorial Katolik, misalnya: apakah PIK (Perkumpulan Ibu-Ibu Katolik) mengundang seorang seorang Ustazah, perkumpulan ibu-ibu muslimat berbicara tentang pengetahuan agama Islam dalam kesempatan pertemuan PIK? Atau OMK (Orang Muda Katolik) mengundang pemuda dari Muhamadiah atau NU berbicara tentang Islam di dalam perkumpulan orang muda? Dalam pertemuan yang demikian, pasti terjadi, diskusi, tukar menukar info, dan pengetahuan secara sehat dan transparan. Saya yakin dengan modalitas kebersamaan shering pengetahuaan ini, maka siapa saja yang pindah agama atas nama kebebasan, jamin dia tidak berani berbohong di komunitasnya yang baru, karena pendengarnya telah memiliki pengetahuan dasar itu. Wallahalam!
Campo Belo, 8 September 2020