KATEKESEREFLEKSI

MENYANGKAL DIRI DAN MEMIKUL SALIB

RP. Frans Sihol Situmorang OFMCap, Dosen STFT Pematangsiantar

Yer 20:7-9; Rom 12:1-2; Mat 16:21-27/Hari Minggu Biasa XXII

Setiap orang yang mau mengikut Aku,

ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku

Gun begitu kagum melihat sebatang pohon apel yang buahnya begitu lebat sehingga dahan-dahannya mesti ditopang agar tidak patah. Petani kebun apel itu berkata,“Telitilah dan periksalah baik-baik batang pohon apel itu.” Gun melihat bahwa sekeliling batang pohon itu penuh bekas bacokan. Petani itu menerangkan, “Itulah sesuatu yang telah kami pelajari tentang pohon apel. Pohon apel condong bertumbuh menjadi sebatang pohon kayu yang tinggi dan berdaun lebat, tanpa menghasilkan buah. Kami menghentikannya dengan melukainya, membacok-bacok batangnya. Pohon itu mengubah energinya dan menghasilkan buah lebat.”

Nabi Yeremia mengisahkan pengalaman pahit dan menyakitkan yang ia derita dalam melaksanakan pelayanannya. Pelayanan sebagai nabi bukanlah panggilan yang memberi rasa nyaman. Yeremia bermaksud menolak tugas pelayanan ini, tetapi sabda Tuhan bernyala begitu hebat dalam hatinya. Ia tidak sanggup menahannya. Jiwanya menjadi lahan pertentangan di antara aneka kekuatan yang sulit diperdamaikan: Allah, dunia dan pencarian diri. Bagi sang nabi tidak ada jalan selain membiarkan diri dibujuk oleh Tuhan.

Sikap Yesus berbeda dari Yeremia. Bagi Yesus, penderitaan, sengsara dan kematian bukan hanya merupakan suatu skandal, tapi konsekuensi dari perutusan-Nya untuk menebus dan menyelamatkan manusia. Yesus pergi ke Yerusalem. Di sana Ia menderita banyak dari para tua-tua dan imam kepala. Penderitaan dan kematian adalah peristiwa yang istimewa dan menentukan dalam kerangka penyelamatan dari Allah.

Yesus bukanlah mesias politis. Ia diutus untuk memberikan hidup-Nya. Tindakan tidak menyayangkan hidup dan menerima penderitaan merupakan jalan untuk membawa manusia kepada hidup. Sabda-Nya mengarahkan kita kepada dua cara memahami hidup: cara pikir menurut daging dan cara pikir dengan mata Tuhan. Ada orang yang menantikan keselamatan dari sukses duniawi. Mereka menata hidup menurut cara pikir dunia ini. Ada juga yang menantikan keselamatan dengan memercayakan diri pada Tuhan. Ia hidup dalam kesetiaan kepada sabda dan panggilan Tuhan, walaupun dari sudut pandang manusia ia kehilangan hidupnya dan mengalami kegagalan.

Kedua mentalitas ini dapat hidup bersama dalam hati orang yang sama. Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias dan Putera Allah, tetapi tidak lama kemudian ia malah disebut sebagai ibilis. Ia berusaha menjauhkan Yesus dari perutusan-Nya dan dari kehendak Allah. Petrus siap berkoalisi dengan Yesus yang jaya, tetapi tidak mau menerima resiko dalam panggilan-Nya.

Dengan kemalasan atau minimnya niat untuk bertobat, kita menentang perkataan Yesus dan membuatnya sebatas slogan tanpa arti. Kadang sebagai pribadi atau komunitas, kita bersikap kompromi antara cara pikir manusia dan jalan Tuhan. Kita merayakan Ekaristi, tapi tidak masuk dalam kesatuan dengan Kristus dan sesama. Kita mungkin rajin mengaku dosa, namun tidak bertobat. Kita hanya menerima sebagian dari kekristenan kita. Mengikuti Yesus tak boleh dengan sikap suam-suam kuku atau setengah hati. Tuntutan menjadi pengikut Kristus bukanlah hal sederhana. Iman merupakan perkara yang serius. Kiranya kita semakin teguh mengikuti Dia dengan menyadari segala resiko yang ada di dalam panggilan menjadi pengikut Kristus. Amin.

Rina Barus

Menikmati Hidup!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *