10 Tahun Laudato Si’ Sapaan Gembala Uskup Agung Medan Edisi Agustus 2025
“Terpujilah Engkau, Tuhan, atas Bumi yang Kauberikan kepada Kami”
Saudara-saudari umat beriman yang terkasih dalam Kristus, Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah menciptakan langit dan bumi dan mempercayakan kepada kita tugas luhur untuk menjaga dan merawat ciptaan-Nya. Tepat 10 tahun, pada 24 Mei 2015, Paus Fransiskus menghadirkan kepada Gereja dan dunia sebuah ensiklik profetis dan menggugah hati: Laudato Si’ – Terpujilah Engkau, Tuhan.
Dalam dokumen ini, Bapa Suci mengajak kita semua untuk memandang dunia bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai rumah bersama—rumah yang harus kita jaga, rawat, dan pertahankan demi generasi sekarang dan masa depan.
- Dunia yang Luka, Umat yang Harus Bangkit Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ melihat dan merasakan bahwa dunia ini sedang terluka: polusi meracuni udara dan air, hutan ditebang tanpa kendali, sampah menumpuk, iklim berubah secara ekstrem, dan kaum miskin menjadi korban paling rentan. Dalam konteks Indonesia, kita pun melihat hal yang sama: banjir, kebakaran hutan, krisis air bersih, dan tumpukan sampah plastik yang mencemari lautan dan sungai. Kita tidak bisa tinggal diam. Kita tidak bisa membiarkan rumah bersama kita hancur perlahan karena kelalaian dan keserakahan.
- Panggilan Iman: Ekologi sebagai Tanggung Jawab Spiritual Laudato Si’ bukan sekadar seruan lingkungan, tetapi seruan pertobatan ekologis. Paus menegaskan bahwa iman Kristen mengandung dimensi ekologis, sebab bumi adalah karya Allah, dan manusia diundang bukan untuk menguasai, tetapi mengolah dan menjaga ciptaan (bdk. Kej 2:15). Maka, kepedulian terhadap lingkungan adalah bentuk kesetiaan iman kita. Gereja dipanggil menjadi motor perubahan, bukan penonton. Kita semua dipanggil untuk bertransformasi dari sikap konsumen menjadi pelindung, dari pengambil menjadi pemberi kehidupan.
- Aksi Nyata: Umat sebagai Motor Perubahan Dalam terang Laudato Si’, saya mengajak seluruh umat di Keuskupan ini untuk menghidupi iman kita dengan tindakan nyata merawat bumi. Berikut adalah aksi konkret yang dapat kita lakukan bersama: A. Di tingkat pribadi dan keluarga: • Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membawa tas belanja sendiri. • Memilah sampah di rumah (organik, non-organik, dan B3). • Menanam pohon di pekarangan. • Menghemat air dan listrik sebagai bentuk solidaritas ekologis. • Membaca dan berdiskusi tentang Laudato Si’ bersama keluarga. B. Di tingkat komunitas dan paroki: • Membentuk tim pastoral ekologi di setiap paroki • Mengadakan bulan ekologis dengan aksi bersihbersih kampung, sungai, atau gereja. • Menggunakan bunga hidup dalam dekorasi gereja, bukan bunga potong atau plastik. • Membuat bank sampah di paroki atau lingkungan umat. • Mendorong sekolah-sekolah Katolik menjadi sekolah ramah lingkungan (eco-school). C. Dalam kehidupan sosial dan kebijakan: Mendorong kebijakan publik yang melindungi lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon dan perlindungan kawasan hijau. Bekerjasama dengan komunitas lintas agama dalam gerakan cinta bumi. Menjadi suara profetik di tengah masyarakat yang masih abai terhadap isu lingkungan.
- Bumi adalah Warisan Kudus Kita harus menyadari, seperti dikatakan Paus Fransiskus: “Kita bukan pemilik bumi ini, tetapi pewaris dan penjaga. Bumi bukan warisan dari leluhur, melainkan pinjaman dari anak-cucu kita.” Jika kita tidak bertindak sekarang, anak-anak kita akan mewarisi dunia yang gersang, beracun, dan tidak layak huni.
Penutup: Ekologi Adalah Kasih Nyata
Saudara-saudari terkasih, merawat bumi adalah cara kita mencintai Tuhan, sesama, dan generasi masa depan. Laudato Si’ adalah undangan untuk hidup dalam semangat syukur, kesederhanaan, dan solidaritas. Mari kita jadikan peringatan 10 tahun Laudato Si’ sebagai momentum untuk memperbaharui tekad dan memperkuat komitmen kita. Semoga setiap langkah kecil yang kita ambil, menjadi bagian dari karya besar Allah dalam menyembuhkan dunia. “Terpujilah Engkau, Tuhan, atas Ibu Bumi, yang menopang dan memelihara kami.” Tuhan memberkati dan menyertai perjuangan ekologis kita semua.
+Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap Uskup Keuskupan Agung Medan