INGIN BERTEMU DENGAN YESUS
Yer 31:31-34; Ibr 5:7-9; Yoh 12:20-33/Hari Minggu Puasa V
“Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus”
Seorang nenek dan cucunya sedang memilih benih. Cucunya berkata, “Nek, setiap benih adalah sebuah janji, kan?” “Ya. Tapi, sebelum janji itu terwujud, ada sejumlah syarat. Sebelum benih kecil itu bersedia dikubur di dalam tanah dan siap menghadapi hujan, angin dan sinar matahari, janjinya yang indah tadi tidak akan terwujud. Tuhan akan memberi kita kekuatan di saat pencobaan, penghiburan di saat sedih, cahaya di saat gelap. Tetapi, kita harus memiliki iman dan ketabahan untuk maju terus dalam saat-saat sulit,” jawab si nenek.
Menjelang Paskah banyak orang datang ke Yerusalem untuk beribadah, termasuk beberapa orang Yunani. Mereka mendengar berita tentang Yesus dan ingin bertemu dengan-Nya. Filipus dan Andreas menyampaikan hal itu kepada Yesus. Yesus menjelaskan bahwa Ia akan sampai kepada kemuliaan setelah menjalani kematian. Yesus melukiskan perjalanan hidup-Nya seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati agar berbuah banyak.
Yesus sadar, jalan biji gandum itu sulit. Terbayang kematian yang akan meremukkan tubuh-Nya. Yesus tidak meminta agar Allah melepaskan-Nya dari kematian yang ngeri itu. Kematian bukanlah kata penutup dalam hidup Yesus. Ia dibangkitan dan dimuliakan oleh Allah. Dari derita yang berujung dengan kematian, lahir kehidupan baru dan keselamatan. Kisah biji gandum yang berbuah setelah jatuh di tanah dan mati nyata dalam diri Yesus.
Yesus menegaskan, cerita biji gandum ini adalah kisah kita juga. Kata-Nya, “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” Yesus mengajar kita untuk tidak takut mencinta, melayani dan berkorban, karena dengan itulah kita memelihara nyawa untuk hidup kekal. Tapi, kita kerap tidak mau biji itu jatuh sebab kita takut menderita. Gandum itu tetap sebiji dan tidak berbuah. Dalam diri kita terdapat potensi berbuah melimpah, tetapi kita lebih suka menyimpannya. Kita takut berkurban dan menderita. Yesus menegaskan bahwa kita hanya akan memperoleh bila mau memberi. Kita akan hidup bila berani menderita. Kita akan menuai bila kita berani menabur.
Gereja adalah buah bulir gandum yang telah jatuh ke tanah dan mati, lalu bertunas dan berbuah limpah. Roti yang kita persembahkan di altar dan kita sambut dalam Ekaristi bersumber dari biji gandum yang jatuh ke tanah. Setiap kali menyambut Ekaristi, kita menerima Yesus yang menjadikan biji gandum simbol hidup-Nya. Kita diharapkan memiliki semangat pemberian diri, pelayanan dan pengorbanan. Itulah anak tangga menuju hidup kekal.
Filipus dan Andreas menyampaikan harapan orang-orang Yunani untuk bertemu dengan Yesus. Kita tidak tahu apakah keinginan mereka terpenuhi. Seandainya tidak bertemu, kedua murid itu tentu akan menceritakan bahwa jalan hidup Yesus ibarat biji gandum. Dulu kedua murid inilah yang diminta Yesus membagi makanan untuk orang banyak. Filipus dan Andreas adalah penghubung Yesus dengan orang banyak.
Kedatangan orang-orang Yunani adalah simbol kehadiran manusia dari segala penjuru dunia. Masyarakat luas mengagumi hidup dan karya Yesus. Ke mana saja Ia pergi, orang banyak mengikuti-Nya. Orang asing pun ingin bertemu dengan-Nya. Bagaimana seandainya keinginan serupa disampaikan manusia zaman ini kepada para murid Kristus dewasa ini? Kita tidak perlu mengulangi cerita biji gandum, tetapi menunjukkan sejauh mana cerita biji gandum itu telah menjadi rangkuman dan simpul spiritualitas kita. Amin.