Berwibawa Karena Perkataan Selaras Dengan Perbuatan
Warga Indonesia dalam hari-hari ini sibuk bersoal jawab tentang anak-anak remaja – gadis yang non muslimat, diwajibkan mengenakan penutup rambut yang di sebut Jilbab pada waktu sekolah. Peristiwa itu terjadi disebuah Sekolah Negeri di kota Padang. Masing-masing pihak mengedepankan pendapatnya lengkap dengan argumentasinya. Kita tidak membahas hal ini secara substansial dalam refleksi dan permenungan ini.
Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus menghimbau agar hidup tanpa kekuatiran dengan cara memperhatikan bagaimana Tuhan berkenan kepada mereka. Para gadis atau yang tidak menikah agar memperhatikan perkara Tuhan, Supaya tubuh dan jiwanya kudus. Mereka yang beristeri dan perempuan-perempuan yang menikah memperhatikan cara Tuhan berkenan dengan saling membahagiakan. Kata Paulus yang utama adalah melakukan hal yang benar dan baik. “Semuanya kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri bukan untuk menghalang-halangi kamu, dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.”
Dalam cerita Injil pada hari Minggu ini, Tuhan tampil mengajar dengan penuh kuasa, mendatangkan decak kagum dari para pendengarnya. “Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab ia mengajar mereka sebagai orang berkuasa tidak seperti ahli-ahli Taurat.” Kuasa dan wibawa Yesus langsung dibandingkan para pendengar dengan ahli-ahli Taurat. “Tidak seperti ahli-ahli Taurat.” Mengapa? Yesus berwibawa (kuasa) bukan seperti taurat yang hanya ahli menata kata. Yesus membuktikan bahwa yang dikatakan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, bahwa kata-kata Yesus benar dan baik adanya karena ditujukan dengan sikap dan perbuatan yang benar dan baik. Realitas yang demikian membuat kejahatan atau setan tidak sanggup berkompromi dengan Yesus. “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” Kejahatan dalam hal ini setan saja mengakui bahwa Yesus adalah yang kudus, apalagi kita orang baik.
Dengan tegas Yesus menunjukkan bahwa ia melawan setan, tidak akan pernah berkompromi dengan kejahatan. “Diam, keluarlah dari padanya!” Maka dengan sendirinya kejahatan itu (minggat) kala berhadapan dengan seseorang yang sungguh-sungguh memfokuskan dirinya, kata dan perbuatannya pada perkara-perkara Tuhan. Nabi Musa mengatakan kepada umat Israel bahwa orang yang demikian adalah orang yang berani mengeluarkan Firman yang diletakkan Tuhan dalam mulutnya, maka orang-orang yang tak mau mendengar dan melakukannya akan dituntut pertanggung-jawabannya. “Orang yang tidak mendengarkan segala Firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan kutuntut pertanggung jawabannya.”
Saudaraku, sebagai orang beriman, kita hanya berwibawa dan berkenan dimata Tuhan dan sesama, kalau kata selaras dengan perbuatan yang baik kepada Tuhan dan sesama. Atribut-atribut lahiriah misalnnya, pakaian, gelar-gelar, sapaan-sapaan, kesalehan dan kesolehan, tidak langsung menjaminnya bahwa kita orang baik. Bahkan sarana-sarana tersebut bisa jadi kita manfaatkan untuk membungkus kemunafikan. kata-kata yang indah, manis dan mempesona, hanya menjadi bahan ketawaan dan lawak. Hal itu bisa menghancurhan kewibawaanmu, kalau kau tidak membuktikan dengan perbuatan yang nyata. Biarlah orang lain kagum dengan kita, terpesona dengan kepribadian kita, karena kata dan perbuatan baik. Tidak karena takut atau hanya karena atribut-atribut yang kita kenakan.
Mari kita membina dan mengembangkan keselarasan kata dan perbuatan, mulai dari rumah kita dan komunitas kita. Saudaraku, kata-kata ‘manis’ itu nyatanya manis, karena dialami dan dirasakan oleh sesama melalui kesaksiaan nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-Roh jahat pun diperintahkan-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” (Hari Minggu Biasa yang ke 4 – 2021)