Bagaiman Aturan dan Larangan Menyambut Ekaristi?
Oleh RP Benyamin A.C. Purba, OFMCap | Ketua Tribunal Keuskupan Agung Medan
Apakah setiap umat Allah siap menyambut tubuh Tuhan setiap kali merayakan Ekaristi?
Sering terjadi dalam perayaan-perayaan Ekaristi dimana hadir umat non katolik, kedengaran pengumuman, “Yang boleh menerima Komuni Kudus adalah mereka yang sudah dibaptis secara Katolik atau yang sudah diterima secara resmi di dalamnya, sudah menerima Komuni Pertama, dan tidak mempunyai halangan”.
Pantang bagi perempuan yang lagi “dapat”?
Tidak jarang, kata ‘tidak mempunyai halangan’ disalahartikan oleh sebagian umat Katolik. Mereka mengira bahwa larangan itu ditujukan bagi para perempuan yang sedang haid.
Benarkah demikian? Tidak.
Sama sekali tidak ada larangan bagi perempuan yang sedang datang bulan untuk menyambut komuni. Hal ini disebabkan karena yang disyaratkan untuk menyambut komuni adalah persiapan batin, bukan kondisi fisik. Persiapan batin yang dimaksud adalah kondisi berdamai dengan Tuhan yaitu tidak sedang dalam keadaan berdosa berat.
Syarat Menerima Komuni Kudus
Jika dalam keadaan berdosa, maka seharusnya ia mengaku dosa terlebih dahulu. Ada 5 (lima) syarat bagi seseorang untuk dapat menerima Komuni kudus:
- Dalam keadaan rahmat, tidak dalam keadaan berdosa berat.
- Telah mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa jika sebelumnya melakukan dosa berat.
- Percaya kepada doktrin Transubstansiasi, di mana yang disambut dalam Ekaristi adalah Tubuh dan Darah, Jiwa dan KeAllahan Yesus.
- Berada dalam kesatuan dengan Gereja Katolik.
- Puasa (tidak makan dan minum kecuali air dan obat) sedikitnya satu jam sebelum Komuni kudus (Kanon 919 § 1) kecuali pada kondisi orang jompo/ sakit (Kanon 919 § 3).
Larangan Menyambut Komuni
Dengan demikian kita dapat mengerti larangan-larangan berikut (huruf miring tebal) bisa dipahami, apabila kelimat syarat-syarat di atas dipahami. Pasal 131 Larangan Menyambut Komuni Kan. 915-916; FC 84; KGK 1650 dan 1665; PUMR 160
- Imam jangan merayakan Ekaristi atau menerimakan komuni kepada orang katolik yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku dosa.
- Orang Katolik yang dikenai sanksi ekskomunikasi (al. yang mengajak, yang menolong, yang melakukan aborsi) dan interdik, serta yang berhati keras membandel dalam dosa berat yang nyata dilarang menyambut komuni suci.
- Tidak diizinkan menyambut komuni yang berhati keras membandel dalam dosa berat yang nyata, misalnya yang pekerjaannya jelas-jelas bertentangan dengan moral katolik (peccatores manifesti).
- Tidak diizinkan menyambut komuni yang hidup dalam perkawinan tidak sah, termasuk yang menikah lagi setelah bercerai secara sipil saja.
- Orang Katolik yang bercerai secara sipil dan tidak menikah wajib mengaku dosa sebelum menyambut komuni, karena perkawinannya tetap sah sebelum dinyatakan batal oleh Tribunal Gerejawi. Sesudah cerai sipil, salah satu dari pasangan dianjurkan untuk memohon kebatalan perkawinan, agar bisa menyambut komuni kudus.
- Umat tidak diizinkan mengambil sendiri Hosti Kudus atau Darah Kristus, apalagi saling memberikannya antar mereka. Tuhan Yesus hadir dalam Sakramen Ekaristi. Dia mempersembahkan tubuh dan darah-Nya untuk disantap. Dia mengundang kita untuk menyambut-Nya dan membiarkan diri-Nya tinggal di dalam hati kita.
Pesan dari Kristus
Yesus sendiri menegaskan hal ini, katanya, “Barangsiapa makan tubuh-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku pun tinggal di dalam dia” (Yoh 6:56). Masalahnya, apakah kita boleh menyambut Komuni Kudus setiap kali merayakan Ekaristi? Yesus sendiri hadir dalam Ekaristi Kudus.
Melakukannya seperti yang diperintahkan Yesus pada malam Perjamuan Terakhir, pada waktu konsekrasi, imam mengangkat roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecah roti itu dan membagikannya kepada kita sambil berkata, “Terimalah dan makanlah ….” Hal yang sama juga dilakukan dengan anggur. Hosti menjadi Tubuh Tuhan dan anggur menjadi darah-Nya.
Kita kemudian menanggapi ajakan Tuhan dengan menyambut Tubuh, dan dengan begitu, tinggal di dalam Dia. Hal ini sebenarnya sebuah desakan untuk menerima Dia di dalam Sakramen Ekaristi, karena kita telah diikat dan dimeteraikan dalam ketiga sakramen inisiasi (Ekaristi, Penguatan, dan Rekonsiliasi).
Kembali ke pertanyaan di awal,apakah setiap umat Allah siap menyambut tubuh Tuhan setiap kali merayakan Ekaristi? Atau, jangan-jangan ada halangan tertentu yang harus diperhatikan.