Revolusi Mental
Revolusi Mental
Revolusi mental. Inspirasi ini digagas oleh Presiden Jokowi. Pembaharuan mental yang mendasar, berdampak langsung pada perubahan cara berpikir, dan bertingkah laku dalam realitas kehidupan sosial dan bermasyarakat. Tentu hal ini seiring dengan perkembangan-perkembangan yang ada dalam kehidupan ini.
Tanpa kita menyadari, pandemi covid 19 memaksakan kita untuk berevolusi mental sebagai sebuah cara untuk tetap bersurvave dan berivalitas dengan keadaan. Harus! Karena pilihannya adalah hidup atau mati.
Suka tidak suka, semua lini kehidupan mengalami perubahan. Pola dan gaya bepikir yang kemarin-kemarin sudah tidak “Up to date” alias tidak jamannya lagi. Mari kita melihat beberapa hal dalam kehidupan bersama yang sedang menunjukan perubahan mendasar. Tentu ini merupakan bagian dari revolusi mental itu. Misalnya:
Cara kita beribadat, memuji Sang Khalik. Saling ngeledek atau merasa berdosa karena tidak ikut ibadat bersama pada hari Minggu menjadi mubazir. Toh ada pembatasan-pembatasan sosial di rumah ibadat. Ada prtokol baru: Umur, jarak duduk, muka dan hidung ditutup, salam-salam, kolekte. Singkat kata perspektif memuji, memuliakan dan mengimani Allah dan Katekese sedang “merenovasi” dirinya seiring dengan situasi yang ada.
Cara kita menata diri dan merawat diri. Kesadaran utama adalah proteksi diri; pake masker, cuci tangan, social dan physical distancing dll. Nampaknya lebih individualistis. Tanpa kita sadari seluruh definisi dan kebiasaan sopan santun dan sosialitas yang dulu-dulu sedang mengalami perubahan. Tidak merupakan sebuah tindakan “kurang ajar” kalau anda dijauhi karena anda tak pake masker dalam sebuah perkumpulan. Anda disuruh geser kalau duduk atau berdiri terlalu dekat dengan yang lain di tempat umum. Anda mungkin dianggap kurang waras kalau tidak mencuci tangan.
Cara kita berjualan dan bertransaksi sedang mengalami perubahan seiring dengan prinsip proteksi diri dan sekuriti dalam inter aksi sosial. Tidak heran sistim barteran, transaksi tunai, pasar-pasar, dan berdagang gaya tradisional serta promosi harus merenovasi dirinya. Uang tunai saya ditolak saat mau membayar sesuatu. “Maaf pak kami tidak terima uang tunai anda. Hanya boleh via Debet atau Kredit Card.” “Astagfirullah uangko ditolak.”
Silahkan anda menambahkan cara-cara lain seiring dengan situasi dan kondisi yang ada. Satu hal yang pasti bahwa kita sedang merevolusi mental kita masing-masing, kare hidup “must be going on”
Hubert OSC