Stasi St. Paulus – Juhar (Paroki St. Fransiskus Assisi – Tiga Binanga)
“BERIBADAH DARI RUMAH UMAT, HINGGA MAMPU MEMBANGUN RUMAH TUHAN”
Bermula dari Paroki Tiga Binanga
Saat misi sedang digalakkan di Tanah Karo, Pastor Maximus Brans OFMCap bersama dengan Pastor Elpidius van Duynhoven OFMCap berkunjung ke kampung-kampung Tanah Karo. Sesudah perang dunia kedua, misi yang telah dimulai tahun 1939, diteruskan kembali hingga ke kampung-kampung yang lain. Tahun 1948 misionaris juga tiba di Tiga Binanga dan segera mempersiapkan calon pengurus gereja dan katekis yang akan membantu mereka dalam pewartaan injil kepada umat yang baru saja bergabung dengan Gereja Katolik.
Baptisan pertama di Tiga Binanga berlangsung pada 18 Desember 1955 bagi tiga keluarga, yang terdiri dari 15 jiwa. Baptisan ini dilayani Pastor Elpidius. Mereka dibimbing seorang katekis yaitu Mitar Kasianus Saragih. Tahun 1959 Pastor Maximus Brans mendirikan stasi Juhar. Berikutnya katekis Naik Dameanus Tarigan dan Syukur Sitepu berperan dalam pembinaan umat. Pengurus stasi Juhar untuk pertama kalinya ialah Tarzan Tarigan dan Tertib Pinem. Tahun-tahun berikutnya selalu ada baptisan baru dan pertumbuhan stasi baru seperti Perbesi, Bunga Baru, Mbetong dan Pernantin. Dua stasi yang telah dibuka dari Tiga Lingga, bergabung juga ke Tanah Karo sekitar tahun 1968 yaitu Kempawa dan Kuta Buluh yang telah berdiri tahun 1945.
Sesudahnya dalam bimbingan para katekis, Gereja semakin tumbuh. Juga kehadiran Pastor Kleopas van Laarhoven berpengaruh dalam pembinaan umat di bidang Kitab Suci.
Melihat perkembangan umat yang kian pesat, tahun 1975 Mgr Pius Datubara OFM Cap menugaskan RP Michaelangelus Hutabarat OFM Cap dari Kabanjahe untuk menjajaki pendirian Paroki Tiga Binanga. Dalam kerjasama dengan katekis Bohor Bangun, pencarian lokasi bangunan gereja didiskusikan bersama di rumah keluarga Daud Tarigan (Bapa Pagit).
Bertumbuh Saat Isu Komunis Pecah
Pengurus emeritus Stasi Juhar, bapa Glorina Ginting (Jenda Kita Ginting), kepada Menjemaat menuturkan kembali jejak-jejak berdirinya Stasi St. Paulus – Juhar. “Bila menuturkan secara rinci sejarah stasi kami dari masa ke masa, mungkin saya tidak mengingat dengan jelas. Namun, yang pasti jumlah umat Katolik di stasi mulai bertambah ketika isu PKI (Partai Komunis Indonesia) pecah,” katanya. “Banyak yang menganut agama-agama monoteis, termasuk Katolik, agar tak diciduk karena tudingan pengikut komunis.”
Dalam penuturan mantan Bendahara Stasi Juhar tersebut, umat mulai beribadah secara teratur pada tahun 1964. “Namun kami masih menumpang di rumah umat. Biasanya, di rumah bapak Tarzan Tarigan dan bapak Naik Tarigan (seorang Kepala Sekolah di Kabanjahe) yang turut membantu pewartaan agama Katolik di Juhar. Di samping itu, kami juga memanfaatkan gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Juhar. Sebab, pada hari Minggu tidak ada aktivitas pembelajaran.”
Selama masa awal tersebut, RP Licinius Fasol OFM Cap (akrab disapa Pastor Lisi) turut mewarta hingga ke Juhar. Itu dapat diketahui dari nukilan buku “Misionaris Tanah Karo Licinius Fasol OFM Cap: Cintanya Melelehkan” (oleh RD. Irfantinus Tarigan & Simon Saragih, Penerbit Bina Media Perintis) : “Lisi mengatakan,”Ku arah Munte ah, Juhar ah, Tigabinanga ah, sering saya makan juga menci goreng.” (atau: “Waktu pergi (mewarta) ke Munte, Juhar, Tiga Binanga, sering (juga) saya makan tikus goreng.”)
Pada rentang tahun 80-an hingga 90-an, pertumbuhan jumlah umat melesat. Karena Pastor Antonio Razzoli OFM Conventual memberikan Sakramen Permandian massal bagi banyak calon umat di tepi sungai di desa Juhar. “Saya turut membantu Pastor Antonio waktu itu, melayani Sakramen Permandian tersebut,” kata bapa Glorina.
Membangun Gedung Gereja
Menurut bapa Glorina, RP Michael Hutabarat OFM Cap (yang masa itu menjajaki pendirian Paroki Tiga Binanga) turut mendorong Pengurus dan umat Stasi Juhar untuk berinisiatif membangun gedung gereja pada tahun 1984. “Dalam rembug bersama disepakati bahwa umat akan bekerjasama mempersiapkan pasir dan batu untuk bahan bangunan,” kata bapa Gloriana. “Bapak Merlin Tarigan (seorang dokter) turut membantu pembangunan gereja kecil dengan mencari para donatur, untuk pembelian sisa keperluan pembangunan tersebut.”
Dia menambahkan, pasca pembangunan gedung gereja kecil Stasi Juhar mulai menghunjuk tenaga vorhanger dari kalangan umat. Sebelumnya, pengurus Stasi tersebut hanya ada posisi Ketua, Sekretaris dan Bendahara (yang masa awal diisi bapa Glorina).
Hanya berselang dua tahun, Stasi Juhar kemudian beranjak membangun gedung gereja yang baru. “Keputusan tersebut dimufakatkan karena gereja yang lama tak lagi bisa menampung jumlah umat yang semakin bertambah. Pada saat itu, pengurus terpaksa mempersiapkan terpal hingga ke halaman gereja agar umat turut dalam misa Ekaristi yang dipersembahkan Pastor,” katanya.
Ia mengatakan, RP Venansius Sinaga OFM Cap turut membantu penggalangan dana untuk gedung gereja yang baru. “Bila saya tak keliru, Pastor Venansius berhasil mengumpulkan dana bantuan pembangunan hingga Rp75 juta.”
Parokus Tiga Binanga, RP Cypriano Barasa OFM Cap turut memuji pertumbuhan umat di Stasi Juhar. “Setelah menapaki masa hingga mampu membangun gereja permanen, kini hendaknya pertumbuhan ini dibarengi pertumbuhan iman dan pengetahuan umat Stasi Juhar,” katanya.
Dalam konteks tersebut, Pastor Cypri telah merancang kursus-kursus iman dan pengetahuan bertani bagi umat di Paroki Tiga Binanga, termasuk Stasi Juhar. “Selain pengetahuan, saya juga memotivasi seluruh pengurus dan umat untuk menampilkan jati diri Katolik di tengah sesamanya. Semisal, dengan kunjungan sosial di saat kemalangan. Tentu harapannya agar citra Katolik dapat diresapi saudara di sekitar kita.”
Nimbangsa Ginting, SE., anggota DPP Paroki Tiga Binanga dari Stasi Juhar, juga berharap karakter peduli sesama dapat kembali mekar di tengah umat Stasi Juhar. “Perhatian bagi saudara, terlebih bagi insan yang rela berkorban untuk kemajuan gereja Stasi Juhar semoga kiranya dapat dipupuk lebih baik lagi.”
Tim Menjemaat turut meresapi harapan tersebut sembari menikmati kemurahan hati umat, berupa sajian durian Bangkok bagi Pastor dan rombongannya.
(RP Cypriano Barasa OFM Cap, Ananta Bangun) /// ditulis untuk majalah Keuskupan Agung Medan, MENJEMAAT