MENGURAI BEBAN PEREMPUAN DI MASA PANDEMI
“Namun banyak orang yang sepele dengan peran perempuan. Sehingga tak jarang banyak ibu yang stress dan kelelahan. Terlebih dimasa pandemi, perempuan menjadi istri, ibu dan pendidik”
Fenomena peran ganda perempuan sudah menjadi sebuah hal yang biasa. Perempuan selalu dikaitkan pada pemenuhan pada sektor domestik dan bagaimana mereka mampu untuk menghasilkan lebih dari sekedar mengerjakan rutinitas rumah tangga. Dalam tulisan ini akan dilihat bagaimana peran ganda menghadapi situasi pandemi virus Corona.
Bagi perempuan yang hanya menjalankan aktifitas sebagai seorang ibu rumah tangga, peran gandanya tentu berkaitan tentang bagaimana ia dituntut untuk mampu mengerjakan pekerjaan rumah, mendidik anak dan memenuhi kebutuhan suami. Peran ganda ini terlihat sederhana namun pada praktiknya tidak sesederhana itu.
Setiap perempuan dituntut harus memiliki nilai yang sempurna dalam pemenuhan tiga perannya tersebut. Beliau harus mampu menjaga kebersihan rumah, menyiapkan masakan tepat waktu dan memberikan ruang untuk tidak hanya merawat namun juga mendidik anak. Pada proses ini banyak perempuan tidak mampu untuk memenuhi perannya. Hal ini dipertegas oleh wawancara dengan Yanti (32 tahun Ibu Rumah Tangga).
Kami sebagai perempuan selalu dituntut sempurna untuk bisa ngurus rumah, didik anak dan menyiapkan segala kebutuhan suami pergi dan pulang kerja. Terkadang para suami ini tahunya hanya menilai saja,yang katanya kita banyakan tidur, banyak gossip sana-sini sehingga pemenuhan kebutuhan itu dianggap buruk dimata mereka. Padahal kita udah usaha. Berat kadang harus memasak, disaat bersamaan anak kita rewel. Makanya kita butuh nih sedikit dukungan dari para suami.
Beban ganda perempuan semakin bertambah dengan adanya pandemi virus Corona. Beban itu terlihat dari pemenuhan orang tua dalam pendampingan belajar anak. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan kementrian pendidikan bahwa akibat pandemic virus Corona, proses belajar mengajar diliburkan untuk waktu yang belum ditentukan dan digantikan dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Sekilas aturan ini solutif bagaimana anak-anak tetap bisa belajar meski pandemi ini terus berlangsung.
Namun lagi-lagi masalahnya tidak sesederhana itu. Dampak kebijakan tersebut anak-anak belajar melalui daring dan secara tidak langsung menutut peran lebih orang tua dalam proses pendampingan yang sebelumnya merupakan tugas guru. Orang tua di masa pandemi tentu harus mampu menjadi pendamping dalam proses belajar daring ini. Kecakapan orang tua untuk menangkap materi yang diberikan gurunya melalui daring harus mampu diterjemahkan oleh orang tua dengan cara yang sama agar anak mampu menangkap pelajaran.
Dalam konteks ini lagi-lagi perempuan menambah bobot pendidikan anak sebagai menu tambahan pada pandemi virus Corona. Perempuan yang lebih banyak di rumah dituntut juga untuk mengajari anak. Ini merupakan pekerjaan ekstra.
Kerjaan kami udah berat, ngurus rumah, ngurus anak, ngurus suami. Sekarang gara-gara pandemic ini bertambah lagi ngajari materi belajar sekolah anak. Bagi yang pande entah juga, tapi kayak saya ini kurang, belum lagi kalau pagi harus jualan sarapan pagi. Disitu juga siap-siap ngelayani, rumah berantakan, anak rewel nanyain soal, eh suami juga kadang merepet. Stress saya”, Ucap Yanti
Penggalan wawancara di atas memperlihatkan curhan hati perempuan dalam proses pemenuhan perangandanya dalam situasi pandemi virus Corona.
Putri Yuanita Pane, SKM, M.Kes seorang akademi Universitas Prima dalam penjelasannya menyatakan bahwa banyak orang yang sepele dengan peran perempuan. Sehingga tak jarang banyak ibu yang stress dan kelelahan. Menurut beliau dimasa pandemi, perempuan menjadi istri, ibu dan pendidik. Peran wanita disetiap keluarga “Triple Burden Effect”.
Lebih lanjut menurut beliau, Ibu adalah garda terdepan dalam menjaga keluarga. Seorang ibu dapat menjaga keluarganya dengan menjalankan protokol kesehatan dan adaptasi kebiasaan baru saat diluar rumah, yaitu mencuci tangan dengan benar dan baik, memakai masker yang disarankan para pakar kesehatan, menjaga jarak dari orang lain sejauh 2 meter.
Sejalan dengan pendapat Putri Yuanita Pane, SKM, M.Kes, Bakhrul Khair Amal mantan Ketua KPU Medan juga mengatakan hal yang serupa. Menurut pria yang juga seorang peneliti ini perempuan harus mampu berdaya dan mengakses informasi agar mampu menjadi pelindung bagi keluarganya. Beliau juga mengatakan bahwa perlu kerja sama antara suami dan istri dalam menghadapi dampak pandemi ini.
“Hal ini tentu memerlukan solusi bagaimana jalan keluarnya. Solusi yang tepat adalah komitmen bersama. Perempuan memiliki peran ganda dalam rumah tangga sudah menjadi keharusan, namun tanpa dukukungan dan komitmen bersama dengan laki-laki hal ini tentu akan semakin berat.
Untuk itu setiap laki-laki yang dalam konteks ini suami harus mampu menjadi mitra bagi perempuan dalam menjalankan peran gandanya tersebut, seperti sepulang kerja suami ikut membantu mengajari anak-anak belajar, sesekali membantu mebereskan rumah. Hal ini tentu akan mapu mengurangi beban ganda yang dihadapi perempuan”
Begitulah beban perempuan dimasa pandemi. Namun bukan berarti perempuan lemah dan patut dikasihani. Perempuan hanya perlu dimotivasi dan diajak berkarya untuk selalu bersinar. Ia akan mampu berdiri digarda depan penyelamatan ketahanan ekonomi rumah tangga, dengan berbagai aktivisme (bekerja) jika orang-orang disekelilingnya menghargai kerja kerasnya.
Perempuan perlu akses dan informasi untuk berkembang menjadi lebih baik lagi untuk mengatasi beban perempuan dimasa pandemi. Percayalah, perempuan mampu mengoptimalisasi perannya di dalam rumah tangga (domestik) maupun di luar rumah (publik) dalam upaya penanggulangan Covid 19 ini jika ia mendapat pemberdayaan dan perlindungan.