KATEKESENEWS

Mengapa aku mau menjadi Pengurus Gereja? RD Antonius Moa Bekali Pengurus Gereja St. Laurentius Pematangsiantar

Loading

Komsoskam.com- Pematangsiantar- Pengurus gereja St. Laurentius Brindisi Pematangsiantar  mengundang narasumber RD Antonius Moa, dengan materi, “Spiritualitas Pelayanan Memaknai Tugas Perutusan Pengurus Gereja.”Kali ini (13 Oktober 2019). Kegiatan ini merupakan salah satu  agenda rutin setiap minggu kedua Pengurus Gereja St. Laurentius Brindisi  dalam sermon. Tujuannya menambah bekal pastoral para Pengurus Gereja.

RD Antonius Moa- Dosen Kitab Suci STFT Pematangsiantar

Dosen STFT St. Yohanes ini memulai perbincangan dengan pertanyaan berikut, ” Mengapa aku mau menjadi Pengurus Gereja? Apa saja yang aku kerjakan? Apa saja yang membahagiakan? Apa saja yang tidak menyenangkan?” Tampak aneka reaksi peserta. Sulit memberikan jawaban yang tepat mengapa menjadi pengurus Gereja. Ada yang mengatakan bukan karena pilihan, tapi atas permitaan pastor, bahkan ‘terpaksa’ karena tidak ada yang mau jadi pengurus.Menjadi agenda rutin setiap minggu kedua Pengurus Gereja St. Laurentius Brindisi melakukan sermon. Tujuannya menambah bekal berpastoral sebagai Pengurus Gereja.

Dosen moral ini menghantar masuk kedalam kesadaran diri dan kesadaran ruang lingkup. Siapakah aku? Pertanyaan ini berkaitan dengan kesadaran diri.  Jawabannya, “Saya seorang Katolik”. Menjadi pengurus Gereja itu pasti karena ia seorang katolik. Tidak mungkin menjadi pengurus Gereja katolik yang bukan katolik. Selain kesadaran diri, perlu menyadari kesadaran ruang lingkup, “Saya seorang Katolik. Kategori laki-laki atau perempuan. Hidup bersama masyarakat. Tinggal di dunia,” ujar RD Anton menjelaskan. Sebaliknya anggota masyarakat belum tentu bisa menjadi pengurus Gereja karena ia bukan seorang katolik.

Baca juga  GURU CERMIN MASA DEPAN || SELAMAT HARI GURU

Menjadi pengurus Gereja berkaitan dengan iman. ”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr 11:1).

Iman merupakan kebenaran obyektif, yang diwahyukan, yang dipercaya (fides quae) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah (fides qua).

Iman adalah tanggapan yang bebas, bertanggung jawab, dan utuh (DV 4). Orang dapat beriman karena bantuan Roh Kudus (Kis 16:14; 2Kor 3;16-18).

Dengan iman kita mengakui kebenaran mengenai pewahyuan ilahi yang definitif dalam diri Kristus (Yoh 20:31; Rm 10:9), dengan taat mengikatkan diri kita (Rm 1:5; 16:26) dan mempercayakan masa depan kita kepada Allah (Rm 6:8; Ibr 11:1).

Para pengurus menyimak dengan seksama/ Foto-FB-Komsos Paroki St. Laurentius Brindisi Jl.Sibolga.

Dalam konteks iman, Pengurus Gereja adalah kaum terpilih dan terpanggil sebagai ‘Sakramen Cinta kasih Allah’. Seorang Pengurus dipanggil dan diperbolehkan mengikuti Yesus dari dalam diri kita, mengenal Yesus dari pusat hati kita. Panggilan bukanlah sesuatu yang ditambahkan melainkan sesuatu yang melekat erat dalam diri kita, dalam iman kita (bdk. 1 Tes 5:23). Manusia citra Allah, segambar dan serupa dengan Allah (Kej 1:26). Panggilan itu bukan sesuatu yang dicita-citakan melainkan suatu anugerah dari Allah (bdk. Flp 3:13-14). Hal itu diwujudkan dalam setiap bentuk pelayanan!

Karena dipanggil dalam dan sebagai seorang beriman kristiani maka seseorang mempunyai hidup, pekerjaan ini atau itu. Ini berarti, panggilan itu lebih utama dari segala sesuatu yang kita lakukan, cara hidup dan karya-pekerjaan kita. Karena, bukan segala sesuatu yang kita lakukan, cara hidup dan karya-pekerjaan yang menentukan panggilan kita, tetapi panggilan kita menentukan apa yang harus kita kerjakan. Sebagai seorang beriman kristiani, hidup kita ditentukan oleh panggilan.

Baca juga  Persaudaraan dan Persahabatan Sosial (Frateli Tutti)

Banyak orang melihat dan menjadikan pendidikan, latihan, ketrampilam, keahlian sebagai kekuasaan padahal seorang pelayan adalah yang melepaskan pakaiannya (kekuasaan) untuk membasuh kaki sahabat-sahabatnya! (bdk. Yoh 13:1-20). Seorang pelayan adalah seseorang yang tidak mempunyai kekuasaan! Menjadi seorang hamba! (bdk. Mrk 10.35-45; Mat 20:20-28). Keahlian seharusnya semakin memampukan seseorang untuk menyerahkan hidupnya bagi orang lain.

Menjadikan dirinya mampu menghadapi segala kelemahan/kekurangan tanpa rasa takut dan kelebihan/kemampuan tanpa rasa sombong. Jesus berkata bahwa siapa yang mau menjadi murid-Nya harus mampu menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya (Mat 16:25; Mrk 8:34; Luk 9:23). Itulah spiritualitas pelayanan pengurus Gereja (Lingkungan). Demikian seluruh rangkain sermon berlangsung dalam suasana sanatai dan menyenangkan. ***

(Dobes Tamba)

Facebook Comments

Leave a Reply